Selasa, 15 November 2011

KEGIATAN PEMBELAJARAN (delivery method)

KEGIATAN PEMBELARAN
(Delivery Method, Pertemuan 1-6)
1.      Konsep, Pronsip Dan Prosedur Pembelajaran
Pendidikan, dalam perspektif filosofis adalah usaha membantu memanusiakan manusia.1 Artinya, manusia akan menjadi manusia yang sebenarnya ketika mereka  diberikan pendidikan. Atau dengan kata lain, ada manusia yang tidak menjadi kepribadian yang utama.3 Dalam bahasa al-Qur’an, pendidikan menghendakipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya manusia disebabkan tidak mendapatkan pendidikan. Ilmu pendidikan Islami memandang bahwa pendidikan2 adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.3
Dalam tataran aksiologis, pendidikan merupakan sarana penting untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk menjamin kelangsungan hidup dan kemajuan suatu bangsa. Minimnya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh berkembangnya pendidikan di duniatmasukdi Indonesiasaat ini5
Pembelajaran merupakan bagian dari proses pendidikan dengan demikian secara konseptual pembelajaran memiliki landasan fhilosifis yang berupa teori atau konsep dalam pelaksanaan pembelajaran. Dalam tataran koseptual, pembelajaran merupakan proses terjadinya interaksi antara guru dengan murid dengan menggunakan metode, media, dan sarana pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dalam bentuk mikro, proses pebelajaran sering diistilahkan dengan PBM (Proses Belajar Mengajar).
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses  interaksi peserta didik dan pendidik dan sumber belajar. Pembelajaran itu merupakan suatu kombinasi.
Kata “pembelajaran” merupakan terjemahan dari kata “instructional”. Kata instruction (bentuk kata benda) sendiri secara etimologi berarti pengajaran, pelajaran, perintah; kata sifatnya instructional yang berarti bersifat pengajaran, pelajaran. Dalam perspektif  metodik-paedagogik, kata instructional mengandung dua makna kegiatan yaitu kegiatan mengajar (teaching) dan kegiatan belajar (learning). Hal ini searah dengan yang disampaikan oleh AJ Romiszowski dan Tim Pengembang MKDK Kurikulum &Pembelajaran Universitas Pendidikan Indonesia.
Mukhsin, Pengaruh Supervisi Kepala Madrasah dan Kinerja Guru terhadap Mutu Pembelajaran: Tesis (Bandung: UIN Sunan Gunung Djati, 2008), hlm. 119.
Dengan penggunaan kata instruction untuk makna pembelajaran, maka dalam istilah kamus tarbawi kata pembelajaran diterjemahkan dengan kata “ta’lim” atau “tadris”.  yang tersusun dari unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai ujuan. Manusia yang terlibat dalam sistem pembelajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer, sedangkan prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya.
Muhammad ‘Ali al-khuliy, Qamus al-Tarbiyah (Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin), hlm. 236.
Selain itu pembelajaran juga memiliki prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan atau sintak dalam proses pelaksanaannya.
Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut meliputi:

1.      Adanya perubahan tingkah laku.
Belajar adalah usaha memperoleh perubahan tingkah laku. Prinsup ini mengandung makna bahwa cirri utama dari proses belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri individu. Baik perubahan yang disadari, perubahan continue, perubahan yang bersifat fungsional. Maupun perubahan yang bersifat aktif dan permanen.
2.      Perubahan tingkah laku secara keseluruhan.
Hasil belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku secara menyeluruh. Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar meliputi semua asfek tingkah laku dan bukan hanya satu atau dua asfek saja.  Perubahan tingkah laku itu meliputi asfek cognitive, afektif dan psikomotorik.
3.      Pembelajaran adala suatu proses
Belajar meupakan suatu proses. Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa belajar atau pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan, dengan berbagai tahapan-tahapan aktifitas yang sistematis dan terarah.
4.      Adanya motivasi dan tujuan yang dicapai
Proses belajar terjadi karena ada sesuatu yang mendorong dan ada suatu tujuan yang ingin dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa aktifitas belajar itu terjadi karena da sesuatu yag dicapai. Hal ini terjadi karena adanya kebutuhan yang harus dipenuhi dan dicapai. Dengan demikian proses belajar akan terkjadi apabila ada yang mendorong dan ada tujuan yang akan dicapai.
5.      Adanya bentuk pengalaman
Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan memlaui proses yang nya dengan tujuan tertentu. Belajar adalah merupakan bentuk interaksi individu dengan lingkungannya sehingga banyak memebri pengalaman dari situasi nyata. (HM. Surya, dkk, Kapita Selkta Pendidikan, Universitas terbuka.).
                        Proses pembelajaran dalam tataran implementasi, agar berjalan sesuai dengan rancangan yang telah ditetapkan memerlukan adanya prosedur yang mesti ditetepkan. Prosedur adalah sekumpulan pentunjuk dan aturan pelaksanaan suatu kerja agar kerja sesuai dengan apa telah diharapkan.
                        Dalam dunia pendidikan prosedur dapat dibuat oleh beberapa lembaga formal yang terkait dengan pendidikan. Termasuk didalamnya adalah prosedur pembelajaran di sekolah. Prosedur pembelajaran biasanya dikeluarkan oleh lembaga sekolah dengan megacu kepada aturan-aturann atau undang-undang yang menjadi landasan keluarnya aturan tersebut. Inilah yang kemudian mengeluarkan “juklak dan Juknis” proses pembelajaran.
                        Agar pembelajaran dapat berjalan dengan lancer, maka diperlukan adanya beberapa pendekatan, dintaranya pendekatan system dalam perancangan instruksional, yang dimaksud dengan pendekatan system dalam pembelajaran adalah suatu usaha dalam melaksanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan melalui sebuah system. Sitem yang dimasud di sini adalah sekumpulan instrument pembelajaran yang selalau berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
                        Salah satu bentuk pendekatan system adalah dengan menjadikan pembelajaran memelui jalur birokrasi yang berbentuk dinas pendidikan sampai dengan menteri pendiidkan. Sedangkan pendekatan system administrasi adalah pengelolaan pendidikan yang dilakukan oleh sebuah lembaga dengan mengaktifkan seluruh instrument yang ada. Termasuk adanya guru, murid, sarana dan kurikulum.
Perancangan instruksional berkaitan dengan berbagai macam model atau metode instruksional. Model atau metode dalam pembelajaran merupakan model yang akan digunakan dalam proses pembelajara. Dengan adanya model pembelajaran, maka tujuan pembelajaran sangat memeungkinkan untuk dicapai secara sempurna. Dengan demikian seorang guru disyaratkan menguasai beberapa model pembelajaran agar proses pembelajaran dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Taksonomi adalah istilah yang digunakan untuk tingkatan-tingkatan dalam tujuan oendidikan. Namun atas dara sebuah asumsi bahwa tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaran dengan tingkatan tingkatan nilai. Maka Taksonomi dalam pmbelajaran disusun menjadi suatu tingkatan kesulitan. Maka munculah taksonomi Bloom yang menunjukan tiga ranah tujuan pembelajaran yang terdapat pada manusia, yang meliputi, ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Dalam kenyataannya, proses belajar mengajar dipengaruhi oleh banyak faktor, yakni faktor karakteristik input, instrumental input environmental input, dan output yang diinginkan.  Input (siswa) yang memiliki motivasi, minat, aktivitas, kreativitas belajar yang tinggi, serta mempunyai kesiapan dan persepsi belajar yang baik terhadap belajar akan berpengaruh positif terhadap proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar juga dipengaruhi oleh instrumental input, yakni kapasitas guru, metode pembelajaran yang digunakan, teknik pembelajaran yang dipakai, media pembelajaran yang digunakan sebagai alat bantu, bahan sumber, sarana, dan lain-lain. Instrumental input adalah segala hal yang dengan sengaja didesain dan dipersiapkan untuk menunjang kegiatan pembelajaran.          
Abin Syamsuddin, Psikologi Kependidikan (Bandung: IKIP, 1987), hlm.

2.      Melakukan analisis pembelajaran dan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa.
     Pembelajaran adalah sebuah system yang didalamnya meliputi adanya beberapa komponen penting yang menjadi satu kesatuan dan tak dapat dipisahkan (intregratied).maka agar pembelajaran itu efektif dan efesien, memerlukan adanya analisis pembelajaran.
   Analisis pembelajaran bisa dilakukan dalam tiga tahapan. 1. Analisis dalah tahapan input, proses, dan analisis output. Semua analisis tersebut memiliki feed back terhadap kelangsungan proses pembelajaran. Namun dalam proses pembelajaranlangkah awal yangpaling penting adalah analisis input yang bentuknya adalah dengan cara mengidentifikasi prilaku dan karakteristik awal siswa, sehingga hasil identifikasi tersebut akan memberi arah berbagai kebijakan system pembelajaran dalam melakukan proses pembelajaran tersebut. Bahkan termasuk menjadi pertimbangan untuk menentukan tujuan, metode dan materi pembelajaran yang akan di sajikan.
Perlunya identifikasi siswa juga membatu lembaga untuk menentukan target pencapaian dalam ketuntasan pembelajaran, sehingga pembelajaran aka lebih efektif, efesien dan terarah.
3.      Menulis tujuan Kinerja/Kompetensi Dasar dan Mengembangkan butir Tes Acuan dan patokan.
Langkah ini pada dasarnya masih bagian dari tahapan identifikasi dalam pembelajaran. Di mana menulis tujuan kinerja atau kompetensi merupakan acuan dalam menentukan dan mengembangan butir tes acuan dan patokan.
Menulis tujuan Kinerja atau kompetensi mrupakan aplikasi adanya tujuan dalam sebuah pembelajaran yang harus dicapai. Dengan menulis kompetensi maka akan menajdi patokandalam membuat tes acuan atau patokan pembelajaran.
Tes acuan atau patokan adalah sebuah tes yang idirancang untuk mengukur suatu kemampuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang siswa. Sehingga tes tersebut mamapu mengukur kemampuan, kecakapan dan kepribadian siswa dalam tahapan input.
Abin Syamsuddin, Psikologi Kependidikan (Bandung: IKIP, 1987),
4.      Mengembangkan strategi dan memilih bahan Instruksional.
Setiap pendidik harus membuat RPP dan melaksanakan proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan,  menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisifatif aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai bakat minat dan perkembangan fisik  dan psikologis peserta didik; Adanya perubahan pergeseran strategi ini otomatis peran guru harus berubah yaitu dari peran sebagai penyampai bahan  pelajaran (transformator) ke peran fasilitator atau dari “teacher  centered” ke “student centered”; guru belum memahami bahwa model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran, dan guru belum dapat membedakan antara pendekatan, strategi, metode, dan teknik dalam model pembelajaran.
Pengembangan strategi pembelajaran mestinya berpijak kepada bahan pembelajaran. Artinya strategi yang dikembangan harus mempertimbangkan materi atau bahan pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar strategi dan bahan pembelajaran tidak memiliki kesesuaian, sehingga strategi yang dikembangkan mampu mengantarkan kepada tercapainya tujuan pembelajaran.
Ada dua proses yang mungkin dilakukan dalam maslah ini, pertama seorang guru bisa menetukan dahulu strategi yang akan digunakan, kemudian mencari bahan yang dianggap sesuai dengan strategi tersebut. Kedua, guru mengamati bahan yang akan disampaikan, kemudian baru memilih stratesi yang akan digunakan.
Tim Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan pembelajaran (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2002), hlm. 49.  

5.      Merancang dan melakukan penilaian Formatif, serta merevisi Pembelajaran.
Dalam pendidikan, evaluasi memiliki arti menilai setelah adanya pengukuran. Pemnilaian dalam pembelajaran adalah kegiatan menilai yang dalam pembelajaran dengan maksud untuk mengukur apakan tujuan sudah tercapai atau belum. Penilaian ini bisa dilakukan oleh sekolah, guru, atau petugas lain yang memiliki kepentingan dengan penilaian tersebut.
Penilai formatif merupakan pengukuran yang di dunia pendidikan diistilahkan dengan “tes Formatif”.  Penilaian formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu. Penilaian formatif ini biasanya diberikan setiap akhir sebuah program pemebelajaran, atau sering disebut post tes. Karena dilakuakn setiap akhir program sebuah pembelajaran yang tertuang dalam RPP.
Dengan demikian merancang penilaian fomatif akan sangat tergantung kepada tujuan apa yang mau di uji ketercapaianya. Dalam pengalaman sekolah penilaian formatif bisa disamakan dengan ulangan harian. Karena dilakuakn untuk mengukur keberhasilan siswa setelah mengikuti suatu program pembelajaran yang telah dirancang.
Manfaat penilaian fomatif adalah sebagai alat untuk mengetahuai ketercapaian tujuan belajar siswa dengan ukuran indicator, selain itu dapat menjadi reinforcement bagi siswa, untuk mengadakan perbaikan siswa, serta dapat befungsi diagnosis.
Sebagai feed back bagi proses pembelajaran, penilaian formatif dapat membantu keberhasilan pembelajaran, yaitu dengan menjadikan hasil tes sebgai acuan untuk merevisi sebuah pembelajaran.
6.      Melakukan penilaian Sumatif dan uji coba rancangan system pembelajaran.
Penilaian sumatif adalah tes yang biasanya dilaksanakan setian berakhirnya beberapa pogram. Yang di sekolah dapat disamakan dengan UTS (ujian tengah semester) atau Ujian Akhir semester (UAS).  Dalam kurikulum KTSP, penilaian sumatif bisa dikayakan penilai yang dilakuakan untuk mengukur ketuntasan belajarsiswa tentang beberapa kompetensi.
Penilaian ini berguna untuk menentukan kedudukan anak dengan car dibandingkan dengan anak lain. Selain itu tes sumatif dapan menetukan apakah anak dapat masuk teradap kelompok belajar lain atau tidak.
Hasil penilaian sumatif ini juga dapat menjadi sarana uji coba racangan belajar yang telah dibuat dan dipraktekan atau dapat dugunakan sebagai acuan dalam menyusun rancangan system pembelajaran baru yang akan diberikan pada program berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Suharsimi, Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi pendidikan, Bumi Aksara.Jakarta. 1995.
Omar Hamalik, Kurikulum dan pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hal :57. 
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Karya, 1987), cet. ke 2, hlm. 84-
87. Tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan yang terjadi dalam diri siswa itu sendiri sesuai
dengan interaksinya dengan jenis-jenis belajar yang dilakukannya. A. De Block misalnya,
mengemukakan bentuk-bentuk belajar (perubahan tingkah laku) menurut fungsi psikis, yakni tingkah
laku dinamis, afektif, kognitif dan sensi-motorik; perubahan tingkah laku menurut materi yang
dipelajarinya, misalnya perubahan tingkah laku teoritik, teknik, bersosialisasi, dan estetik. Lihat W.S.
Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta: Grasindo, 1991), cet. ke 3, hlm. 39-77.
AhmadTafsir, FilsafatPendidikanIslami(Bandung:Rosd
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), cet.
Omar Hamalik, Kurikulum dan pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hal :57.
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Karya, 1987), cet. ke 2, hlm. 84-
87. Tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan yang terjadi dalam diri siswa itu sendiri sesuai
dengan interaksinya dengan jenis-jenis belajar yang dilakukannya. A. De Block misalnya,
mengemukakan bentuk-bentuk belajar (perubahan tingkah laku) menurut fungsi psikis, yakni tingkah
laku dinamis, afektif, kognitif dan sensi-motorik; perubahan tingkah laku menurut materi yang
dipelajarinya, misalnya perubahan tingkah laku teoritik, teknik, bersosialisasi, dan estetik. Lihat W.S.
Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta: Grasindo, 1991), cet. ke 3, hlm. 39-77
AhmadTafsir, FilsafatPendidikanIslami(Bandung:RosdAhmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), cet.





Jumat, 11 November 2011

MENGEMBANGKAN STRATEGI PEMBELAJARAN DAN MEMILIH BAHAN SERTA MODEL PEMBELAJARAN PAI

MENGEMBANGKAN STRATEGI PEMBELAJARAN DAN MEMILIH BAHAN SERTA MODEL PEMBELAJARAN PAI

A.  Kurikulum Bidang Studi Pendidikan Agama Islam SMP
Pendidikan agama Islam adalah bagian integral paripada pendidikan nasional sebagai suatu keseluruhan. Dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1 menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat antara lain pendidikan agama. Dalam penjelasaannya dinyatakan bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Pendidikan agama adalah suatu usaha yang secara sadar dilakukan guru untuk mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan manusia beragama (Daradjat dkk, 2001.172).
Menurut GBPP PAI (1999), bahwa pengertian pendidikan agama Islam di sekolah umum, yaitu : “Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional".
Secara umum tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia.
Al-Attas (1979 : 1), Mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk menjadi manusia baik. Sementara menurut Al-Abrasyi (1974 : 15), menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia. Ahmad D Marimba (1964 : 39), mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berkepribadian muslim.
Sedangkan fungsi pengajaran agama Islam adalah untuk menanamkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, serta membiasakan siswa berakhlak mulia. Menurut Daradjat (2001 : 174), bahwa fungsi pendidikan agama Islam yaitu :
1)      Menanamtumbuhkan rasa keiman yang kuat
2)      Menanamkembangkan kebiasaan (habit vorming) dalam melakukan amal ibadah, amal saleh dan akhlak yang mulia
3)      Menumbuhkembangkan semangat untuk mengolah alam sekitar sebagai anugrah Allah swt.
Dengan demikian pendidikan agama di sekolah adalah sebagai salah satu bentuk untuk mengmbangkan kemampuan siswa dalam meningkatkan pemahaman keagamaan, yakni meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah swt serta kemuliaan akhlak.
Pengajaran agama Islam diberikan pada sekolah umum dan sekolah agama (madrasah), baik negeri atau swasta. Seluruh pengajaran yang diberikan di sekolah/madarasah diorganisasikan dalam bentuk kelompok-kelompok mata pelajaran yang disebut bidang studi (broadfields) dan dilaksanakan melalui sistem kelas.
Dalam struktur program sekolah umum, pengajaran agama Islam (Kurikulum 1999) meliputi tujuh unsur, yaitu:
a) Al-Qur'an,
b) Hadits
c) Keimanan
d) Akhlak
e) Bimbingan ibadah
f) Syariah/fiqh
g) Sejarah islam
Hal tersebut merupakan perwujudan dari keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah swt, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya.
Kurikulum pendidikan agama Islam berarti seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran PAI serta cara yang digunakan dan segenap kegiatan yang dilakukan oleh guru agama untuk membantu siswa dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dan atau menumbuhkembangkan nilai-nilai Islam.
Menganalisis isi kurikulum PAI khususnya pendidikan agama Islam di tingkat SMP dapat dilihat dari beberapa factor:
a)      GBPP PAI terlalu pada misi, ini terlihat dari sejumlah fungsi dan tujuan yang diharapkan siswa setelah belajar PAI;
b)      Padat materi yaitu materi PAI yang terdiri dari tujuh unsur pokok yakni keimanan, ibadah, quran, akhlak, muamalah, syariah dan tarikh yang diajarkan secara terpisah menyebabkan materinya padat, sementara alokasi waktunya terbatas;
c)      Berorientasi kuat pada domain kognitif ini terutama dilihat dari segi tujuan setiap pokok bahasan serta alat evaluasi yang digunakan.
Sedangkan pada proses pelaksanaan kurikulum PAI terlihat ada kesenjangan antara konsep kurikulum dengan pelaksanaan kurikulum PAI 1994, ini terlihat pada tujuan umum PAI yang lebih bererientasi pada pengembangan sikap dan kemampuan keberagamaan, tetapi dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada aspek kognitif, yakni pembelajaran lebih bersifat verbalistis dan formalistis; metodologi pembelajaran masih bersifat konvesnsional; Pendekatan PAI cenderung normatif tanpa dibarengi ilustrasi konsteks sosial budaya sehingga siswa kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian; Sistem evaluasi, bentuk soal ujian agama Islam menunjukkan prioritas pada kognitif, dan jarang pertanyaannya mempunyai bobot nilai dan makna spiritual keagamaan yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari.

Secara rinci kelemahan kurikulum PAI adalah :
a)      Pendidikan agama Islam (PAI) lebih terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang bersifat amalan ibadah praktis kognitif, dan masih kurang pada usaha mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi makna dan nilai yang perlu diinternalisasikan dalam diri siswa.
b)      Metogologi PAI tidak berubah; konvensional, tradisonal dan monoton.
c)      Pembelajaran PAI bersifat menyendiri, kurang berinteraksi dengan yang lain.
d)     Pendekatan PAI cenderung normatif tanpa dibarengi ilustrasi konteks sosial budaya.

          Kurikulum SMP 2004 yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang kemudian lahir KTSP (Kurikulum Timgkat Satuan Pendidikan) sebagai jawaban pemerintah atas berbagai permasalahan pendidikan nasional, yaitu kualitas keluaran pendidikan, desentralisasi atau keunggulan daerah dan sekolah. KTSP yang sekarang masih diuji cobakan, pada prinsipnya lebih memberikan kesempatan kepada sekolah dan guru secara leluasa untuk melakukan inovasi-inovasi pembelajaran. Kesempatan itu semestinya dipergunakan guru agama Islam secara proaktif dengan melakukan antara lain :
a)      Mendudukan GBPP sebagai ancer-ancer, bukan pedoman yang baku, sehingga berimplikasi pada keberanian guru PAI untuk melakukan analisis materi, tugas dan jenjang belajar secara konstekstual.
b)       Melakukan seleksi materi, mana yang perlu diberikan di dalam kelas atau sekolah lewat kegiatan intra dan ekstra kurikuler, mana yang dilakukan di luar sekolah untuk diserahkan kepada keluarga dan atau masyarakat melalui pembinaan secara terpadu.
c)      Mampu menggerakkan guru-guru lain (teman sejawat) untuk berpartisipasi aktif dalam membina pendidikan agama di sekolah, sehingga tercipta suasana religius.
d)     Selalu mencari model-model pembelajaran PAI atau mengembangkan metodologi PAI secara konstekstual yang dapat menyentuh aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
e)      Berusaha melakukan rekayasa fisik, psikis, sosial dan spiritual dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran PAI di sekolah.
B. Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu rencana mengajar yang memperhatikan pola pembelajaran tertentu, hal tersebut sesuai dengan pendapat Briggs (1978 : 23), bahwa model adalah seperangkat prosedur dan berurutan untuk mewujudkan suatu proses. Dengan demikian pengertian model pembelajaran adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Sedangkan yang dimaksud dengan pebelajaran pada hakekatnya adalah merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, naik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami dan disepakati oleh-oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran sehingga menunjukkan adanya perolehan, penguasaan, hasil, proses atau fungsi.
           Mekanisme pembelajaran secara umum, meliputi :a) Tahap persiapan; persiapan proses pembelajaran yang menyangkut penyusunan desain (rancangan) kegiatan belajar mengajar yang akan diselenggarakan, di dalamnya meliputi tujuan, metode, media, sumber, evaluasi dan kegiatan belajar siswa.b) Tahap pelaksanaan; pelaksanaan proses pembelajaran menggambarkan dinamika kegiatan belajar siswa yang dipandu dan dibuat dinamis oleh guru.c) Tahap evaluasi; evaluasi merupakan laporan dari proses pembelajaran, khususnya laporan tentang kemajuan dan prestasi belajar siswa.d) Tahap refleksi; tindak lanjut dalam proses pembelajaran dapat dipilah menjadi dua hal, yakni promosi dan rehabilitasi. Promosi adalah penetapan untuk melangkah dan peningkatan lebih lanjut atas keberhasilan siswa. Rehabilitasi adalah perbaikan atas kekuarangan yang telah terjadi dalam proses pembelajaran.
Joyce (2000) mengungkapkan bahwa ada empat rumpun model pembelajaran, yaitu : (a) model interaksi sosial; (b) model pemprosesan informasi; (c) model pengembangan pribadi; (d) model behavior. Berdasarkan kajian teoritis yang penulis lakukan terhadap beberapa model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran pendidikan agama Islam, diantaranya :
1. Model Classroom Meeting;
Tokoh model ini adalah William Glasser. Menurut Glasser dalam (Moejiono (1992 : 155), bahwa sekolah umumnya berhasil membina prilaku ilmiah, meskipun demikian adakalanya sekolah gagal membina kehangatan hubungan antar pribadi. Kehangatan antar pribadi bermanfaat bagi keberhasilan belajar, agar sekolah dapat membina kehangatan hubungan antar pribadi, maka dipersyaratkaN dimana Guru memiliki rasa keterlibatan yang mendalam serta guru dan siswa harus berani menghadapi realitas, dan berani menolak perilaku yang tidak bertanggung jawab;
2) Model Coopetarive Learning
Model ini dikembangkan salah satunya oleh Robert E. Slavin. Model ini membagi siswa dalam kelompok-kelompok diskusi, dimana satu kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang. Model ini akan membuka suasana belajar yang berkembang, merangsang dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.
Model ini menawarkan adanya keaktifan dan ketertiban siswa dalam proses pembelajaran. Kelemahan model ini lebih karena terfokus bagaimana mengaktifkan siswa dan mampu bekerjasama, tetapi tidak membahas materi pembelajaran sehingga organisasi materi tidak menjadi perhatian, masih mengutamakan penguasaan materi secara terpisah-pisah, dengan demikian pembelajaran belum dapat memberikan makna bagi pesertabelajar. Di samping itu pembelajaran dengan materi yang terpisah-pisah tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami permasalahan secara utuh. Sementara pembelajaran PAI menghendaki keutuhan pemahaman dan kemampuan serta yang dapat memberikan makna sehingga timbul kesadaran dan motivasi untuk mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
3). Model Integrated Learning
Model pembelajarn terpadu pada hakkekatnya merupakan suatu sistem pembelajaran dengan menyajikan bahan pelajaran dalm bentuk keseluruhan dan meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran/sub mata pelajaran.
Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa baik individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, dan otentik (Depdikbud, 1996 : 3).
Menurut Su'ud (1997), bahwa implementasi kurikulum terpadu merupakan wahana yang efektif dalam membantu peserta didik untuk tumbuh dan berkembang secara alami sebagai individu yang utuh dalam konsteks kehidupan sehari-hari.
Pendekatan pembelajaran terpadu, dimaksudkan agar pengorganisasian bahan kajian secara tematis, dengan menganut azas kesederhanaan, kebermaknaan dalam komunikatif, kewajaran konsteks, keluwesan (sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat), keterpaduan, serta kesinambungan berbagai ketrampilan hidup. Dengan prinsip pengorganisasian pembelajaran yang bermakna, otentik, holistik, komunikatif, wajar dan luwes memungkinkan peserta didik lebih termotivasi untuk aktif menguasai, memahami dan mengahayati.
Hakikat pembelajarn terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, dan otentik. Pembelajaran terpadu akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi topik/tema menjadi pengendali di dalam kegiatan belajar sekaligus proses dan isi berbagai disiplin ilmu/mata pelajaran/pkok bahasan secara serempak di bahas. Konsep tersebut sesuai dengan beberapa tokoh yang mengemukakan tentang model pembelajaran terpadu.
Depdikbud (1996 : 3), mengemukakan bahwa Model pembelajaran terpadu pada hakekatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, dan otentik.
Pembelajaran akan lebih efektif apabila guru dapat menghubungkan atau mengintegrasikan antara pelaksanaan pembelajaran di sekolah dengan temuan di lapangan.
Implementasi kurikulum terpadu merupakan wahana yang efektif dalam membantu siswa untuk tumbuh dan berkembang secara alami sebagai individu yang utuh dalam konsteks kehidupan sehari-hari.
Kurikulum terpadu dapat diartikan sebagai suatu model yang dapat memadukan materi dalam bahan pembelajaran (Fogarty, 1991 : xii). Keterpaduan dalam suatu pembelajaran dapat baik dalam satu rumpun bidang studi dan dapat juga memadukan antar bidang studi penting untuk memadukan keseluruhan kurikulum.
Beberapa karakteristik pembelajaran terpadu yang diekemukakan oleh Collin (1991), Miller (1990), tim pengembang pembelajaran terpadu PGSD dan S2 (1997), yang karakteristiknya dapat disimpulkan sebagai berikut :
a)      Holistik (menyeluruh); artinya suatu fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa disiplin ilmu sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Hal ini dimaksudkan untuk melatih siswa memahami suatu fenomena dari segala sisi.
b)      Bermakna; maksudnya kebermaknaan dalam komuniaksi adanya keterkaitan antara pengetahuan yang dimiliki siswa dengan materi yang dipelajari, dengan demikian proses pembelajaran dirasakan lebih berarti bagi siswa. Rujukan yang nyata dari berbagai konsep dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lainnya akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari, sehingga pada akhirnya siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memcahkan masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupannya.
c)      Otentik; maksudnya siswa memahmi secara langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari, melalui hasil interaksi dan belajar dari fakta dan peristiwa. Dengan demikian informasi dan pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi lebih otentik.
d)     Aktif; artinya siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, baik secara individual ataupun kelompok. Dalam pemebelajaran terpadu hasrat, minat dan kemampuan siswa dipertimbangkan, sehingga siswa termotivasi untuk mencari informasi dan pengetahuan dalam memahami konsep yang dipelajarinya.
e)      Kesederhanaan; materi yang disajikan secara sederhana, bermakna dan mudah dipahami, kewajaran konsteks, keluwesan (sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat), keterpaduan, serta adanya kesinambungan berbagai ketrampilan hidup.
f)       Alami; maksudnya pembelajaran terpadu memberikan lingkungan yang memungkinkan siswa belajar secara alami, sesuai tingkat perkembangan siswa yang selalu mengalami proses dan tidak terisolasi dari lingungan yang alami.
C. Strategi pengembangan model pembelajaran terpadu
Strategi pengembangan model pembelajaran terpadu harus berdasar konsep terpadu dalam pendidikan agama Islam meliputi: (a) keterpaduan proses, (b) keterpaduan materi, (c) keterpaduan penyelenggaraan, (d) wilayah pengembangan.
Menurut Depag RI (1999 : 59), bahwa pembinaan pendidikan agama Islam terpadu sebagai berikut :
a)      Keterpaduan kelembagaan, yaitu terjalinnya hubungan kerjasama antara sekolah, keluarga dan masyarakat guna saling mengisi dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan agama islam di sekolah yang dikoordinasi oleh Pendidikan Guru Agama Islam.
b)      Keterpaduan materi, yaitu agar mata pelajaran selain pendidikan agama Islam mampu untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional.
c)      Keterpaduan wilayah pengembangan pendidikan agama Islam, yang meliputi keterpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
d)     Keterpaduan proses pendidikan, yaitu keserasian antara kegiatan pengajaran, bimbingan dan latihan.
e)      Keterpaduan ketenagaan, yaitu diperlukan adanya kerjasama yang bertanggung jawab antara guru pendidikan agama Islam dengan Kepala Sekolah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan agama Islam.
Hamalik (1989 : 71), mengemukakan bahwa komponen pembelajaran terpadu meliputi : perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Selanjutnya Depdikbud (1996 : 16), mengemukakan bahwa proses pembelajaran terpadu meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan dan kulminasi.
a)      Tahap perencanaan;
1) Guru dan peneliti menyusun konsep dan kemampuan yang harus dimiliki siswa pada setiap pokok bahasan dalam bidang studi pendidikan agama Islam yang meliputi Aqidah/tauhid, akhlak, al-qur'an, hadits, bimbingan ibadah, syariah dan sejarah Islam.
2) Guru dan peneliti mengkaji konsep, kemampuan, ketrampilan dan sikap yang harus dimiliki siswa pada suatu pokok bahasan dan mencari keterhubungannya dengan konsep, kemampuan, ketrampilan dan sikap pada pokok bahasan lainnya dalam materi pelajaran di kelas.
3) Guru danm peneliti menentukan tema pembelajaran pada setiap unit pelajaran.
4) Guru dan peneliti menyusun rancangan pembelajaran terpadu yang meliputi penetapan tujuan, amteri, proses pembelajaran dan evaluasi.
b) Tahap pelaksanaan;
Pada tahap pelaksanaan pembelajaran terpadu kegiatan guru dan peneliti meliputi : guru agama melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan desain pembelajaran terpadu. Kegiatan pembelajaran di dalam kelas mencakup kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan evaluasi.
Selanjutnya kegiatan menyajikan materi pelajaran dengan diskusi kelompok dan diskusi kelas. Selanjutnya kegiatan evaluasi dan tindak lanjut dengan melaksanakan penilaian formatif dan memebrikan tugas-tugas ekstra untuk meningkatkan dan mengembangkan hasi belajar siswa.
b)      Tahap kulminasi;
Tahap ini menampilkan hasil dan proses pembelajaran terpadu pada setiap pertemuan pembelajaran. Pada tahap ini guru mata pelajaran pendidikan agama Islam bersama peneliti mengidentifikasi berbagai masalah yang muncul pada setiap pertemuan dan mendiskusikan serta mencari alternatif pemecahannya, yang akan dijadikan masukan untuk memperbaiki desain pembelajaran terpadu beserta implementasinya pada pertemuan selanjutnya.
Secara umum dalam merencanakan pembelajaran terpadu melalui langkah-langkah sebagai berikut : 1). Menentukan atau memilih tema sentral, 2) Mengidentifikasi konsep yang akan di bahas.3) Memilih kegiatan belajar yang sesuai 4) Menyusun jadwal kegiatan secara sistematik.5) Evaluasi pengembangan.
Evaluasi pembelajaran terpadu dilakukan terhadap proses dan hasil pembelajaran, dengan teknik tes dan non tes. Evaluasi terhadap proses dilakukan dengan teknik observasi yaitu melihat aktivitas siswa secara individu dan kelompok pada setiap tahap kegiatan dengan memperhatikan aspek-aspek : a) Rasional argumen/alas an b) Kejujuran ilmiah c) Peranan siswa dalam setiap kegiatan seperti pendengar, pemandu, pembicara dan sebagainya d) Kerjasama kelompok dan produktivitas. e) Pembagian tugas dan tanggung jawab terhadap tugas f) Penggunaan bahasa yang sopan, baikd an benar.
Sedangkan evaluasi terhadap hasil dilakukan dengan teknik tes dan non tes. Teknik tes digunakan untuk melihat kemampuan siswa memahami konsep-konsep PAI, sedangkan non tes (Observasi digunakan untuk melihat dampak penggiring pelaksanaan model terpadu. Evaluasi guru terhadap hasil adalah dengan tulisan, kebermaknaan, kejelasan dan keluasan argumentasi.
Pengembangan model terpadu pada bidang studi pendidikan agama Islam ini menggunakan tema dengan menyajikannya secara terpadu dengan unsur aqidah, akhlak, fiqh dan tarikh.

DAFTAR PUSTAKA

 Abrasyi, A. (1974). Dasar-Dasar Pokok Pendidikan islam. Jakarta : Bulan Bintang Cet. II
Azra, A. (2002). Paradigma pendidikan Nasional : Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Briggs, Lesslei. (1978). Instruksional Design. New Jersey : Ed. Teechn. Publ.
Collin, G. dan Dixon, H. (1991) Integrated Learning. Australia : Bookshelf Publishing.
Daradjat, Z. (1976), Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Departemen Agama RI, (1992), Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam dan Iniversitas Terbuka
Departemen Agama RI, (1995), Pola Pembinaan Agama Islam Terpadu. Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam.
Departemen Agama RI, (1995), Garis-garis Besar program Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam.
Departemen Agama RI, (1999), Pendidikan Agama Islam untuk SMU kelas III. Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam.
Departemen Agama RI, (1985), Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta : Proyek Departemen Agama.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (2003). Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Pusat data dan Informasi Pendidikan, Balitbang Depdiknas.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1996/1997). Tim Pengembang PGSD Pembelajaran Terpadu D.II PGSD dan S.2 Pendidikan dasar. Jakarta : Dikti.
Moedjiono (1991/1992) Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Oliva, P. (1992), Developing The Curriculum. New York : Harper Collins Publishers.
Sukmadinata, N. (2004) Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosda Karya
Udin S. Suud (1999) Implementasi Kurikulum Terpadu. Makalah disampaikan pada Pertemuan Alumni IKIP Bandung