Kamis, 29 Desember 2011

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI SEKOLAH

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
A. Pendahuluan
Permasalahan remaja saat ini makin kompleks. Tawuran antar pelajar, ugal-ugalan di jalan, muncul sekelompok pemuda pengguna narkoba, minum-minuman keras, pornoaksi, menganut ramalan bintang yang berbuah kesyirikan adalah beberapa contohnya. Haruskah guru agama yang akan bertanggung jawab? Karena begitu buruknya cetakan siswa didik masa kini, apakah guru agama tidak mendidik para siswanya menuju pencapaian akidah yang benar, serta melekatnya akhlak pada jiwa-jiwa siswa didik? Jika siswa didik masa kini merupakan aset terbesar negara ini maka merekalah yang akan menyelesaikan jutaan tantangan masa depan yang lebih berat. Akankah mereka sanggup jika sekarang terjadi penurunan akidah, dan jika generasi muda tidak dipersiapkan secara matang, akan seperti apa amburadulnya bangsa di masa mendatang?
Pelajaran agama di sekolah dalam realita umumnya hanya diajarkan dua jam per pekan saja. Apakah ini yang dimaksudkan untuk memperbaiki akidah serta akhlak anak bangsa? Hal ini lebih pantas dikatakan sebagai formalitas belaka. Tidak ada perbaikan untuk menuju jalan terbaik ataupun hal yang lebih baik. Sebuah pertanyaan kecil membuat kita berpikir, ”Adakah yang salah dari wajah pendidikan agama di negeri kita ini?” Sebagai bangsa yang dikenal religius, seharusnya keberagamaan mempunyai kontribusi untuk mengurangi kejahatan sosial di sekitar kita. Nyatanya, belum ada tanda-tanda demikian.
B. Pembahasan
Pokok permasalahan yang menjadi sumber utama problematika pendidikan agama di sekolah selama ini hanya dipandang melalui aspek kognitif atau nilai dalam bentuk angka saja, tidak dipandang bagaimana siswa didik mengamalkan dalam dunia nyata sehingga belajar agama sebatas menghafal dan mencatat. Hal ini mengakibatkan pelajaran agama menjadi pelajaran teoritis bukan pengamalan atau penghayatan terhadap nilai agama itu sendiri. Paulo Freire menegaskan bahwa fungsi pendidikan adalah untuk pembebasan, bukan untuk penguasaan. Tujuan pendidikan adalah untuk menggarap realitas manusia, dan karena itu secara metodologis bertumpu pada prinsip-prinsip aksi dan refleksi total, yakni prinsip bertindak untuk mengubah kenyataan yang menindas dan pada sisi simultan lainnya secara terus-menerus menumbuhkan kesadaran akan realitas dan hasrat untuk mengubah kenyataan yang menindas.
Sehubungan dengan hal di atas, cara berpikir kita sepertinya harus diubah. Hal ini mengingat bahwa pendidikan itu penting. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989. Oleh karena perubahan zaman yang makin modern maka kurikulum juga harus dapat beradaptasi dengan perubahan itu sendiri. Guru juga harus kreatif mengaplikasikan materi pendidikan agama sesuai dengan situasi murid. Gaya bercerita, diskusi, problem-solving (pemecahan masalah), dan simulasi adalah alternatif positif yang dapat dimasukkan dalam metode yang tepat untuk pembelajaran agama. Menurut Al Nahwawi, metode pengajaran yang sesuai dengan Al Qur’an dan Al Hadist meliputi :
1.      Metode Hiwar Qur’ani dan Nabawi: dialog yang mengarah pada tujuan pendidikan.
2.      Metode kisah Qur’ani dan Nabawi: kisah menarik dan diambil keteladanannya untuk dijadikan panutan.
3.      Metode Amtsal: membaca teks untuk mempermudah siswa dalam memahami suatu konsep.
4.      Metode Teladan: menggunakan keteladanan dalam memnanamkan penghayatan dan pengamalan materi tersebut.
5.      Metode Pembiasaan: pengulangan yang dilakukan secara terus-menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan.
6.      Metode Ibrah dan Mauziah: menelaah ibrah dari kisah dengan nasihat yang lembut dan menyentuh.
7.      Metode Targhib dan Tahrib: didasarkan kepada ganjaran dan hukuman.

Dalam hal ini, menurut Seyyed Hossein Nasr bahwa guru bukan sekedar menjadi penyampai ilmu (mu’allim), akan tetapi lebih dititikberatkan sebagai murobbi untuk melatih jiwa dan kepribadian, murobbi akan selalu mengawasi perkembangan materi yang disampaikan dalam perkembangan akhlak siswa didik. Perlunya kesadaran siswa didik sebagai khalifatullah fil ‘ardh akan membangun semangat bahwa agama tidak sebatas ritual saja. Akan tetapi, akan membangun toleransi, menjunjung kebenaran, dan keadilan. Dengan hal ini, agama berfungsi sebagai media penyadaran. Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi dalam pendidikan agama, yakni:
1.      Sikap dan pengamalan diri hubungan siswa didik dengan Allah.
Apakah pendidikan agama mampu diterapkan oleh siswa didik untuk beribadah kepada Allah.
2.      Sikap dan pengamalan diri hubungan siswa didik dengan masyarakat.
Dengan mempelajari pelajaran agama diharapkan siswa mampu bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.
3.      Sikap dan pengamalan diri hubungan siswa didik dengan alam.
Untuk bisa berinteraksi serta memanfaatkan kekaayaan alam sesuai dengan tuntunan agama.
Sehubungan dengan itu, guru harus mampu mengevaluasi peserta didiknya secara terus-menerus, menyeluruh, dan ikhlas walaupun peran dan wewenangnya terbatas dapat bermakna dalam membina dan membimbing generasi penerus bangsa dari kegersangan rohani.
C. Simpulan dan Saran
Pada dasarnya, problematika pendidikan agama secara umum hanya mengedepankan aspek kognitif atau hasil pencapaian akhir terhadap suatu mata pelajaran. Hal ini belum mencapai aspek afektif, yaitu pembentukan sifat dan karakter siswa didik bagaimana siswa tersebut dapat menerapkan pelajaran yang telah didapat dan aspek psikomotorik yaitu pengembangan kreativitas. Untuk itu, entah bagaimana pengaplikasian pendidikan dalam kehidupan sehari-hari oleh para siswa.
Apalagi, pelajaran agama belum menjadi alat utama untuk menentukan lulus atau tidaknya siswa didik dalam suatu jenjang pendidikan. Inilah yang menurut siswa didik, pendidikan agama tidak terlalu penting sehingga cenderung diremehkan. Metode yang dilakukan oleh para guru agama juga menjadi salah satu faktor problematika pendidikan agama di sekolah. Oleh karena itu, untuk mengatasi problematika tersebut guru menjadi kunci penting, yakni bertindak dengan menggunakan metode yang tepat bagi kelancaran pembelajaran agama.

DAFTAR PUSTAKA
Suara Merdeka. Edisi Selasa, 18 September 2007




















Model-model pembelajaran PAI berbasis komputer

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER
A. Pendahuluan
            Teknologi serta kemajuannya tidak bisa dipisahan dalam kehidupan manusia era modern seperti sekarang ini, termasuk pada dunia pendidikan. Proses pembelajaran yang merupakan inti dari proses pendidikan hendaknya ikut memanfaatkan dunia teknologi yang ada. Hal ini berorientasi kepada upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. Sehingga diharapkan proses pembelajaran mampu meningkatkan pembelajaran menjadi lebih berkualitas sesuai dengan orientasi tujuan menggunakan teknologi ini bisa dugunakan secara efektif dalam proses pembelajaran. Walau pun ada, masih sedikit proses pembelajaran berbasis IT diterapkan di sekolah untuk proses pembelajaran.
            Fenomena yang terjadi, masih banyak institusi atau lembaga pendidikan yang acuh dengan teknologi bahkan tak pernah melirik secara kritis bagaimana memanfaatkan teknologi tersebut dalam proses pembelajaran. Kenyataan tersebut disebabkan beberapa alasan, diantaranya:
1.      Sumber daya manusia pendidik dan tenaga pendidikan masih rendah dalam penguasaan teknologi.
2.      Dana yang tersedia pada sebuah lembaga belum memadai.
Dua alasanklasik tersebut dalam pandangan penulis hanyalah alas an klasik dan sangat afologis. Inti permasalah sesungguhnya adalah kurangnya minat para tenaga pendidikan dan kependidikan baik itu institusi maupun personal sehingga menimbulkan lemahnya upaya untuk mewujudkan itu.
Peningkatan kualitas pendidikan m,erupakan satu diantara kebijakan pendidikan selain pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan adalah meningkatkan kualitas dan relevansi guna meningkatkan daya saing keluaran pendidikan (lulusan). Masalah rendahnya kualitas pendidikan masih dirasakan sebagai permasalahan yang serius mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Diantaranya dengan mengatasi masalah belajar siswa yang pada umumnya adalah sulit mempelajari konsep yang abstrak, sulit membayangkan peristiwa yang telah lalu, sulit mengamati obyek yang terlalu kecil atau terlalu besar, sulit memperoleh pengalaman langsung, sulit memahami pelajaran yang diceramahkan, sulit memahami konsep yang rumit, terbatasnya waktu untuk belajar.[1] Selain itu sikap pasif dan kurang minatnya peserta didik juga menjadi faktor rendahnya kualitas pendidikan..
Berdasarkan hal tersebut di atas, nampaknya peningkatan kualitas pendidikan perlu diarahkan pada perluasan inovasi pembelajaran baik pada pedidikan fromal maupun non-formal dalam rangka mewujudkan proses yang efisien, menyenangkan dan mencerdaskan sesuai tingkat usia, kematangan, serta tingkat perkembangan peserta didik. Selain itu perlu memberikan bekal penguasaan TIK (teknologi informasi dan komunikasi) pada guru agar mereka mampu melaksanakan pembelajaran yang menggunakan multimedia secara baik,
Kegiatan pembelajaran yang efektif memerlukan suatu media yang mendukung penyerapan informasi sebanyak-banyakanya. Seiring dengan perkembangan jaman, maka teknologi informasi berperan penting sebagai sarana untuk mendapatkan sumber informasi sebanyak-banyaknya yang berhubungan dengan materi pelajaran yang diajarkan.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui peranan teknologi khususnya teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran dan perkembangan dunia pendidikan, serta pengaruh teknologi informasi dalam menghasilkan keluaran peserta didik yang bermutu dan modern.



B. Model-Model Pembelajaran Berbasis Komputer
1. Model Drills
Model drills adalah suatu model dalam pembelajaran dengan jalan melatih siswa terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan. Melalui model drills akan ditanamkan kebiasaan tertentu dalam bentuk latihan. Dengan latihan terus menerus maka akan tertanam dan menjadi kebiasaan,. Selain itu model ini pun  menambah kecepatan, ketetapan, kesempurnaan dalam melakukan sesuatu serta dapat pula dipakai sebagia suatu cara mengulangi bahan latihan. Model ini berasal dari model pembelajaran Herbart yaitu model asosiasi dan ulangan tanggapan. Melalui model ini maka akan memperoleh tanggapan pembelajaran dari siswa. Pelaksanaannya secara mekanis untuk mengajarkan berbagai mata pelajaran dan kecakapan. Dalam melatih siswa, guru hendaknya memperhatikan jalannya pembelajaran serta memperhatikan factor-faktor berikut:
1.        Jelaskan terlebih dahulu tujuan dan kompetensi.
2.        Tentukan dengan jelas, kebiasaan, ucapan, kecekatan, gerak tertentu dan lain sebagainya yang akan dilatih, sehingga siswa tahu apa yang ahrus dikerjakan.
3.        Pusatkan perhatian siswa pada bahan yang akan atau sedang dilatihkan. Misal: penggunaan animasi menarik pada pengunaan computer.
4.        Gunakan selingan latihan supaya tidak melelahkan dan membosankan.
5.        Guru memperhatikan kesalah-kesalahan maupun kesulitan siswa.
6.        Latihan tidak boleh terlalu lama dan juga telalu cepat, disesuaikan dengan bahan, kemampuan, dan kesanggupan para siswa.

Adapun tujuan model drills ini adalah memberikaan pengalaman-pengalaman belajar yang lebih konkret dengan penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana sebenarnya.
Program pembelajaran berbasis computer merupakan program pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan software computer berupa program computer yang berisi materi pelajaran dalam bentuk latihan-latihan. Seperti apa yang dikemukakan oleh Robert Heinich, Molenda, James D Russel (1985:226) yang menmyatakan bahwa:
“computer system can deliveri instruction by allowing them to interact with the lesson programmed into the system; this is referred to computer based instruction”.
(system computer dapat menyampaikan pembelajaran secara individual dan langsung kepada siswa dengan cara berinteraksi dengan mata pelajaran yang diprogramkan ke dalam system computer, inilah yang disebut dengan pembelajaran berbasis computer).
Secara umum tahapan penyajian model drills adalah sebagai berikut:
1.        Penyajian masalah dalam bentuk latihan soal pada tingkat tertentu dari kemampuan dan performance siswa.
2.        Siswa mengerjakan soal-soal latihan
3.        Program merekam penampilan siswa, mengevaluasi, kemudian memberikan umpan balik.
4.        Jika jawaban yang diberikan siswa benar maka lanjut kepada materi berikutnya, tapi jika jawaban siswa salah, program menyediakan fasilitas  untuk mengulangi latihan (remedial).
2. Model Tutorial
Program tutorial pada dasarnya sama dengan program bimbingan yang bertujuan memberikan bantuan kepada siswa agar dapat mencapai hasil belajar secara optimal. Kegiatan tutorial ini memang sangat dibutuhkan sebab siswa yang dibimbing melaksanakan kegiatan mandiri yang bersumber dari modul-modul dalam bidang studi tertentu. Itu sebabnya kegiatan ini sering dikaitkan dengan program pembelajaran modular. System pembelajaran ini direalisasikan dalam bentuk, yakni pusat belajar modular, program pembinaan jarak jauh dan system belajar jarak jauh.
Kegiatan pembelajaran berbasis computer (CBI) merupakan istilah umum untuk segala kegiatan belajar yang menggunakan computer, baik sebagian maupun secara keseluruhan. Dewasa ini CBI telah berkembang menjadi berbagai model, mulai dari CAI kemudian mengalami perbaikan menjadi ICAI (Intelegent Computer Assisted Intruction) dengan dasar orientasi aktivitas yang berbeda muncul pula CAL (Computer Aided Learning), CBL (Computer Based Learning), CAPA (Computer Assisted Personalized Assigment), ITS (Intelegent Tutoring System).
a.        Konsep Pembelajaran Tutorial
Tutorial adalah bimbingan pembelajaran dalam bentuk pemberian arahan, bantuan, petunjuk dan motivasi agar para siswa belajar secara efisien dan efektif. Pemberian bantuan berarti membantu siswa dalam mempelajari materi pelajaran. Petunjuk berarti member informasi tentang cara belajar secara efektif dan efisien. Arahan berarti mengarahkan para siswa untuk mencapai tujuannya masing-masing. Motivasi berarti menggerakan para siswa dalam mempelajari materi, mengerjakan tugas-tugas dan mengikuti penilaian. Bimbingan berarti membantu para siswa memecahkan masalah-masalah belajar.
Program tutorial merupakan program pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran dengan menggunakan software berupa program computer yang berisi materi pelajaran dan soal-soal latihan.
Adapun fungsi tutorial:1. Kurikuler, yakni sebagai pelaksana kurikulum sebagaimana telah dibutuhkan bagi masing-masing modul dan mengkomunikasikan kepada para siswa; 2. Pembelajaran, yakni melaksanakan proses pembelajaran agar para siswa aktif belajar mandiri melalui program interaktif yang telah dirancang dan ditetapkan; 3. Diagnosis-bimbingan, yakni membantu para siswa yang mengalami kesalahan, kekeliruan, kelambanan, masalh dlam pembelajaran berbasis computer berdasarkan hasil penelitian, baik formatif maupun surmatif, sehingga siswa mampu membimbing diri sendiri;4. Administrative, yakni melaksanakan pencatatan, pelaporan, penilaian dan teknis administrative lainnya sesuai dengan tuntutan program CBI; dan 5. Personal, yakni memberikan keeteladanan kepada siswa seperti penguasaan mengorganisasikan materi, cara belajar, sikap dan  perilaku yng secara tak langsung menggugah motivasi belajar mandiri dan motif berprestasi yang tinggi.
Sedangkan tujuan pembelajaran tutorial, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk menuingkatkan penguasaan  pengetahuan para siswa sesuai dengan yang dimuat dalm software pembelajaran, melakkukan usaha-usaha pengayaan materi yang relevan; 2. Untuk meningkatakan kemampuan dan keterampilan siswa tentang cara memecahkan masalah, mengatasi kesulitan atau hambatan agar mampu membimbing diri sendiri; 3. Untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar mandiri dan menerapkannya pada masing-masing CBI yang sedang dipelajari.
Computer sebagai tutor beorientasi pada upaya dalam membangun perilaku siswa melalui penggunaan computer. Secara sederhana,  pola-pola pengoperasiannya adalah sebagai berikut: (1) Computer menyajikan materi, (2) Siswa memberikan respon, (3) Respon siswa dievaluasi oleh computer dengan orientasi pada arah siswa dalam menempuh prestasi berikutnya, dan (4) Melanjutkan atau mengulangi tahapan sebelumnya.
Tahapan atau langkah-langkah pembelajaran berbasis computer model tutorial adalah sebagai berikut:
1.    Penyajian informasi (presentation of information), yaitu berupa materi pelajaran yang akan dipelajari siswa.
2.    Pertanyaan dan respon (question of reponses), yaitu berupa soal-soal yang harus dikerjakan siswa.
3.    Penilaian repons (judging of responses), yaitu computer akan memberikan respons atas jawaban yang diberikan siswa.
4.    Pemberian balikan respons ( providing feedback about responses), yaitu setelah selesai, program akan memberikan balikan. Apakah telah sukses/berhasil atau harus mengulang.
5.    Pengulangan (remediation)
6.    Segmen pengaturan pelajaran (sequencing lesson segment)

3.         Model Simulasi
     Model simulasi pada dasarnya merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mengikuti suasana sebenarnya dan berlangsung dalam suasana yang tanpa resiko. Model simulasi adalah model CBI yang menampilkan materi pelajaran  yang dikemas dalam bentuk simulasi-simulasi pembelajaran dalam bentuk animasi yang menjelaskan konten secara menarik, hidup dan memadukan unsure teks, gambar, audio, gerak dan paduan warna yang serasi dan harmonis. Secara umum tahapan materi model simulasi adalah sebagai berikut: pengenalan, penyajian informasi (simulasi 1, simulasi 2 dan seterusnya), pernyataan dan respon jawaban, penilaian respons, pemberian feedback tentang respons, pebetulan, segmen pengaturan pengajaran dan penutup.

4.        Model Intrukcional Games

Intruktional Games merupakan salah satu bentuk metode dalam pembelajaran berbasis computer. Tujuan instructional games adalah untuk menyediakan pengalaman belajar yang memberikan fasilitas belajar untk menambah kemampuan siswa melalui permainan yang mendidik. Instructional games tidak perlu menirukan realita, namun dapat memiliki karakter yang menyediakan tantangan yang menyenangkan bagi siswa.
Instructional games dapat terlihat dengan mengenali pola pembelajran melalui permainan yang dirancang sedemikian rupa, sehingga pembelajaran lebih menantang dan menyenangkan. Keseluruhan permainan memiliki komponen dasr sebagai pembangkit motivasi dengan memunculkan cara berkompetensi untuk mencapai sesuatu yang diharapkan, yaitu tujuan pembelajaran.

a.                  Karakteristik Intructional Games
Tahapan yang harus ditempuh dalam pembuatan instructional games sebagai model pembelajaran, yaitu:
1.      Tujuan, setiap permainan harus memiliki tujuan, yaitu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Pada beberapa instructional games tujuan diidentikan drngn pencapaian skor yang diharapkan.
2.      Aturan, yaitu penetapan setiap tindakan yang dapat dilakukan dan tidak dapa dilakukan oleh pemain. Aturan tersebut dapat berubah selama hal tersebut untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang terjadi dengan aturan-aturan tersebut atau bahkan untuk membuat permaianan lebih menarik.
3.      Kompetisi, seperti menyerang lawan, melawan diri sendiri, melawan kesempatan atau waktu yang telah ditetapkan.
4.      Tantangan, yaitu menyediakan beberapa tantangan
5.      Khayalan, permainan sering tergantung pada pengembangan imajinasi untuk memberikan motivasi kepada pemain.
6.      Keamanan, permaianan menyediakan jalan aman untuk menghadapi bahaya nyata seperti permainan peperangan.
7.      Hiburan, hampir semua permainan untuk meghibur, permainan dalam pembelajaran itu berperan sebagai penumbuh motivasi.


b.                  Tujuan Intructional Games
Kegiatan belajar dalam permainan semakin popular dalam pendidikan, sebab guru menyadari potensi yang dimiliki untuk memotivasi siswa dalam belajar. Jelasnya selain tujuan permainan dalam pembelajaran ini digunakan untuk mebelajarkan siswa, permainan juga dapat digunakan untuk memperoleh beragam informasi, seperti: fakta, prinsip, proses, struktur dan system yang dinamis; kemampuan dalam hal memecahkan masalah, pengambilan keputusan, kemampuan kerja sama, kemampuan social seperti berkomunikasi, sikap, etika; dan kemampuan incidental, seperti kompetensi yang alami; bagaimana siswa bekerjasama dan aturan-aturan ayng harus ditaati dalam membina disiplin siswa.

c.                   Komponen Intructional Games
1.      Pendahuluan (introduction)
Tujuannya adalah untuk menetapkan tahapan dalam permainan dan menjamin siswa akan mengerti apa yang akan dilakukan. Dalam pembukaan bisanya terdapat: judul atau title, tujuan, aturan/rules, petunjuk bermain/direction for use dan pilihan permainan.
2.      Bentuk instructional games (body of intructioanl games)
Pada bagian ini meliputi: scenario, tingkatan permainan, pelaku permainan, aturan permainan, tantangan dalam pencapaian tujuan, rasa ingin tahu, kompetisi positif, hubungan bermakan antara bermain dan pembelajaran, kemempuan melawan kesempatan, menang atau kalah, pilihan permainan alur atau langkah-langkah yang harus dilakukan, pergantian, tipe kegiatan, dan interaksi dalm bermain.
3.      Penutup (closing)
Dalam menutup permainan yang harus diperhatikan adalah: member tahu siapa pemenangnya dengan memberikan skor terbaik, member penghargaan (reward) baik berupa benda seperti uang, makanan atau berupa tambahan permainan secar Cuma-Cuma, menyediakan informasi terutama dengan feedback untuk pemain dalam peningkatan permainan dalam penampilan individual dan terkhir penutup.
C. Kesimpulan
1.      Dengan disajikannya model-model pembelajaran di atas maka akan memberi nuansa baru dalam dunia pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman.
2.      Model pembelajaran berbasis komputer merupakan jawaban dari akselerasi arus globalisasi informasi, karena kalau tidak diimbangi dengan tekhnologi maka pembelajaran kita akan lamban
3.      Model pembelajaran komputer juga akan mensejajarkan tarap keilmuan kita dengan negara-negara maju.

DAFTAR PUSTAKA

Rusman, 2011, Model-Model Pembelajaran, PT. Raja Grafindo Persada
Dewi S, Prawiradilaga dan Evelin Siregar. 2008. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana
Nasution. 2010. Teknologi Pendidikan. Jakarta : PT.Bumi Aksara
Miarso, Yusufhadi, Menyemai Benih Tekhnologi Pendidikan hal. 554.
Arief S. Sadiman, 2010et. All, Media Pendidikan, Hal 16.




[1] Arif Media, 2010 : 16

Kamis, 15 Desember 2011

REKONSTRUKSI PARADIGMA PEMBELAJARAN

REKONSTRUKSI PARADIGMA PEMBELAJARAN
(Delivery Methode)
A.    PENDAHULUAN
Pendidikan nasional yang berdasarkan  Pancasila dan  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945  berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi  tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Apabila aspek sikap mental seseorang sudah terbina dan terbentuk dengan baik, maka aspek-aspek kehidupan lain yang dibutuhkan seseorang akan mengikuti terbina dengan baik. Termasuk tugas pendidikan untuk ikut mencerdaskan bangsa seperti terkandung dalam pembukaan UUD 1945 akan dengan mudah dapat dicapai. Namun sebaliknya apabila sikap mental bangsa tidak terbentuk dengan baik,  maka bangsa yang cerdas sulit terwujud atau apabila kecerdasan dapat diwujudkan tidak dapat dipakai untuk membentuk sistim kehidupan atau budaya masyarakat dan bangsa yang kokoh dan maju.Sejak lama sebenarnya kita sering mendengar perlunya pendidikan sikap mentalatau watak. Bahkan dalam kumpulan surat-surat ibu Kartini yang dibukukan dengan judul ”Door Duisternis Tot Licht” menunjukkan bahwa hampir setiap tulisannya penuh dengan kata-kata perlunya pengembangan watak dan  pembentukan watak di atas pendidikan otak, karena di dalam pembentukan watak ibu Kartini yakin manusia akan lebih mampu 2untuk berdiri sendiri tidak tergantung dari kerabat dan dari siapapun. Berkali-kali ditekankan perlunya kepercayaan pada diri sendiri. (Summahamijaya, tanpa tahun: 66)
Proses belajar mengajar yang dilakukan di kelas saat ini belum mendukung pencapaian hasil belajar penting seperti yang diuraikan di atas.  Pembelajaran Seni Budaya masih dominan menggunakan metode ceramah dan metode drill yang berpusat pada guru. Metode tersebut diakui berhasil dalam  kompetisi menghafal sejumlah informasi tapi gagal dalam menyiapkan siswa memiliki kemampuan kritis, apresiatif, kreatif, dan inovatif untuk mampu bersaing dan hidup kompetitif.
Sejalan dengan Visi Pendidikan  Nasional yaitu “Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah “maka Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025 menghasilkan: Insan Indonesia cerdas dan kompetitif (InsanKamil / Insan Paripurna) , yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional dan sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis (Renstra)
A.    Rekontruksi Paradigma Pembelajaran
Pembelajaran didefinisikan sebagai  penciptaan kondisi sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara optimal. Sementara inovatif diartikan sebagai idea atau gagasan baru. Dengan  demikian pembelajaran inovatif adalah implementasi idea atau gagasan baru dalam  tataran mikro di kelas sehingga tercipta kondisi yang memungkinkan siswa belajar secara optimal. Berdasarkan pada batasan tersebut pembelajaran bukanlah penyajian informasi semata, di dalam pembelajaran  inovatif, proses belajar mengajar tidak  lagi menggunakan paradigma pembelajaran konvesional, peran guru dan siswa berubah.  Paradigma pembelajaran yang semula Teacher centered, subject based, disipline based, hopital based, standardized di ubah ke arah model SPICES, yaitu  Student Centered, Problem-based, integrated, Community oriented, Electives, Systematic, continuing.
Pada strategi pembelajaran inovatif guru tradisional dan peran siswa di ubah, tanggungjawab siswa untuk belajar harus ditingkatkan, memberi mereka motivasi dan arahan untuk menyelesaikan program belajarnya dan menempatkan mereka pada pola tertentu agar mereka sukses sebagai pembelajar sepanjang hayat. Pada pembelajaran yang inovatif itu guru akan berperan sebagai sumber belajar, tutor, evaluator, pembimbing dan pemberi dukungan dalam belajar siswa. Prinsip yang mendasari strategi pembelajaran inovatif antara lain: (a) pemahaman dibangun melalui pengalaman, (b) pengertian diciptakan dari usaha untuk menjawab pertanyaan sendiri  dan memecahkan masalah sendiri, (c) pembelajaran seharusnya mengembangkan instink alami siswa dalam melakukan penyelidikan dan berkreasi; (d) strategi berpusat pada siswa akan membangun ketrampilan berfikir kritis, penalaran, dan selanjutnya  kreativitas serta ketaktergantungan.

1.      Berpusat kepada siswa
Student centered mengandung pengertian pembelajaran menerapkan strategi pedagogi mengorientasikan siswa kepada situasi yang bermakna, kontekstual, dunia nyata, dan menyediakan sumber belajar,  bimbingan, petunjuk bagi pembelajaran ketika mereka mengembangkan pengetahuan tentang materi  pelajaran yang dipelajarinya sekaligus keterampilan memecahkan masalah.
Paradigma yang menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran dan siswa sebagai objek, seharusnya diubah dengan menempatkan sisswa sebagai subjek yang bernalar secara aktif membangun pemahamannya dengan jalan merangkai pengalaman yang telah dimiliki dengan pengalaman baru yang dijumpai.
Pengalaman nyata dari negara lain menunjukkan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat: mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah dimiliki atau mereka kuasasi (Direktorat PLP, 2000)
2.      Berdasarkan masalah
Pembelajaran hendaknya dimulai dari masalah-masalah aktual, otentik, relevan, dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang berbasis subyek seringkali tidak relevan dan tidak bermakna bagi siswa sehingga tidak menarik perhatian siswa.
Pembelajaran yang dibangun berdasarkan subyek seringkali terlepas dari kejadian aktual di masyarakat. Akibatnya siswa  tidak dapat menerapkan konsep teori yang dipelajarinya di dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Dengan pembelajaran yang dimulai dari masalah maka siswa belajar suatu konsep atau teori dan prinsip sekaligus memecahkan masalah. Dengan demikian sekurang-kurangnya ada dua hasil belajar  yang dicapai, yaitu jawaban terhadap masalah (produk) dan cara memecahkan masalah (proses).
Kemanapun tentang pemecahan masalah lebih dari sekadar akumulasi pengetahuan dan hukum/teori, tetapi  merupakan perkembangan kemampuan fleksibilitas, strategi kognitif yang membantu mereka menganalisis situasi tak terduga dan mampu menghasilkan solusi yang bermakna. Bahkan Gagne mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang paling tinggi. Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya.
3.      Terintegrasi
Seseorang yang belajar seharusnya tidak menggunakan “kaca mata kuda” yang hanya tahu secara mendalam disiplin ilmunya tapi sama sekali buta tentang kaitan ilmu yang dipelajari dengan disiplin ilmu lain. Seorang yang belajar seni wayang, dia tidak hanya harus belajar tentang seni sungging, tetapi juga harus tahu tentang seni sastra, seni pertunjukan dan aspek  budaya. Di dalam inovasi pembelajaran pendekatan terintegrasi lebih diharapkan dari pada pendekatan disiplin ilmu. Kelemahan pendekatan disiplin ilmu adalah siswa tidak dapat melihat sistem, mereka akan terkotak pada satu disiplin.
4.      Berorientasi masyarakat
Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya.
Pengalaman dari negara lain menemukan  minat dan prestasi siswa dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat mereka diajarkan bagimana mereka memeplajari konsep,  dan bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas. Mengajak siswa untuk mengimplementasikan apa yang dipelajari di dalam kelas ke konteks masyarakat atau sebaliknya mengambil masalahmasalah yang terjadi di masayarakat sebagai stater untuk belajar keterampilan dan pengetahuan yang lebih mendalam merupakan proses pembelajaran yang bermakna.
e. Menawarkan pilihan
Setiap orang bersifat unik, berbeda dengan orang lain. Siswa yang belajar juga demikian. Mereka memiliki variasi pada gaya belajar, kecepatan belajar, pusat perhatian, dan sebagainya. Menyamaratakan siswa selama proses mengajar akan berdampak pada hasil belajar. Pembelajaran yang inovatif memberi perhatian pada keragaman karakteristik siswa itu. Atas dasar itu maka pembelajaran bukan dilakukan seperti yang diinginkan oleh guru tetapi lebih kepada apa yang diinginkan oleh siswa.
Untuk itu pembelajaran harus menyediakan alternatif yang dipilih oleh siswa. Proses belajar adalah proses aktif yang  harus dilakukan oleh siswa. Keharusan menyediakan strategi yang digunakan terhadap retensi siswa. Keterampilan psikomotor, keterampilan kognitif, keterampilan sosial serta keterampilan memecahkan masalah serta sikap memiliki strategi pembelajaran yang berebda-beda utnuk dapat mencapai tujuannya.
Menyamaratakan siswa selama proses belajar mengajar mungkin akan berdampak pada hasil belajar. Pembelajaran yang inovatif memberi perhatian pada keragaman karakteristik siswa itu. Atas dasar itu maka pembelajaran bukan dilakukan seperti yang diinginkan oleh guru tetapi lebih kepada apa yang diinginkan oleh siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran yang digunakan sangat berpengaruh terhadap tingkat retensi siswa. Siswa yang hanya belajar melalui membaca saja retensinya hanya 10% siswa yang belajar melalui membaca dan mendengar saja retensinya 20 % sementara bila dia juga melihat retensinya bertambah menjadi 30 %. Siswa yang mengucapkan apa yang dilakukan dan mengajarkan kepada orang lain akan memiliki tingkat retensi paling tinggi yaitu 90-95%.
5.      Sistematik
Seringkali hasil belajar bersifat herarkhi, begitu pula substansi materi pelajarannya. Materi tertentu membutuhkan pengetahuan lain sebagai prasayarat yang harus dikuasasi terlebih dahulu sebelum seseorang dapat mempelajari materi tersebut. Begitu pula keterampilan-keterampilan trettentu terutama psikomotorik bersifat prosedural, memiliki langkah-langkah yang harus dilakukan secara sekuensial sebelkum dapat menuntaskannya dengan  baik. Suatu pengetahuan procedural mustahil dapoat dilakukan tanpa dilaksanakan secara berurutan. Setiap langkah pengetahuan prosedural merupakan prasarat bagi langkah berikutnya. Uraian di atas merupakan argumentasi mengapa pembelajaran harus dilakukan secara sistematik.
6.      Berkelanjutan
Berkelanjutan mengandung pengertian never ending proses. Setiap proses pembelajaran yang dilakukan meletakkan dasar bagi pembelajaran berikutnya. Setiap konsep yang diperoleh pada pembelajaran sebelumnya harus dirangkai secara ontunyu dengan konsep baru yang diperoleh sehingga membentuk jalinan konsep di dalam benak seseorang.

C.Pertimbangan dalam mengembangkan Model Pembelajaran
Pemilihan strategi pembelajaran dalam rangka membelajarkan siswa harus di bangun atas dasar asusmsi bahwa tidak  ada satupun model/metode/strategi atau apapun namanya yang dapat digunakan dengan baik untuk semua bahan kajian.
Semua model/strategi memiliki keunggulan dan kekurangan. Model/strategi tertentu hanya baik untuk mencapai yujuan tertentu sementara model yang lainnya baik digunakan untuk mencapai tujuan lain.
Beberapa pertimbangan lain yang mungkin perlu diperhatikan di dalam pemilihan model/metode/ strategi pembelajaran adalah sebagai berikut ;
1.      Pembelajaran ilmu sangat tepat dilakukan dengan cara seperti bagaimana sains itu ditemukan dan dikembangkan, siswa belajar melalaui  hands-on activity dan minds-on activity.
  1. Karakteristik siswa sangat beragam,  para pakar membagi siswa yang belajar menjadi 5 kelompok, yaitu  giffted, Conceptual, Contextual, slow leaner, dan Disabilities. Penelitian Asian Development Bank (2000) menemukan 60 % pembelajaran di Indonesia adalah contextual. Siswa kontektual adalah siswa yang baru dapat belajar kalau guru membantu mengakitkan apa yang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari di sekitar pemebelajaran yang bersangkutan.
  2. Pembelajaran harus dilakukan dengan cara memberi kesempatan untuk mengalami sendiri dan berlangsung pada kondisi yang alami.
  3. Karakteristik topik kajian dan tujuan belajar yang harus dicapai sangat beragam.
Unesco misalnya mencanagkan 4 tujuan belajar universal yaitu  learning to be, learning to know, learning to do, and learning to live together. Keempat tujuan pemndidikan universal tersebut, sebenarnya sejalan dengan tujuan pendidikan nasional kita UU No. 20/2003 tentang SPN, PP Nomor 19/2005 tentang Standart Nasional Pendidikan) yaitu kognitif, psikomotorik, dan sikap, untuk mencapai tujuan tersebut pasti menggunakan model/metode/strategi yang berbeda-beda Sementara itu menurut Undang-undang Nomor 20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional strategi pembelajaran harus dilakukan dengan jalan olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olahraga, sementara uraian yang lebih rinci dan spsifik dinyatakan di dalam Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Menurut PP tersebut, pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandiirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
D. Tujuan pengembangan model
Tujuan umum: eksplorasi, optimalisasi, dan pemberdayaan seluruh potensi siswa melalui olah hati, olah pikir, olahrasa, dan olah raga. Tujuan khusus adalah pengembangan kecakapan hidup dan mengefektifkan capaian akademik siswa (konsepsi, apresiasi, dan kreasi) penekanan pada kreasi
E. Asumsi
Asumsi yang mendasarsi model pembelajaran inovatif ini adalah: a) Siswa belajar melalui pengamatan selektif terhadap perilaku yang menyenangkan; b) Siswa belajar secara  aktif merangkai pengalaman untuk membangun pengetahuannya sendiri; c) Siswa belajar tidak bisa dilepaskan dari konteksnya (budaya, lingkungan, kehidupan, sosial); d) siswa merupakan makluk sosial sekaligus makluk individu; e) Belajar merupakan proses sosial sekaligus proses individual; f) Belajar bukan hanya kerja otak tapi juga merupakan kerja melalui multi indria; g) Belajar berlangsung dalam konteks menyenangkan;dan h) Belajar merupakan proses membangun makna dan berlangsung kontinyu
F.       THE BASIC INDUCTIVE MODEL (MODEL INDUCTIVE DASAR)
  1. Konsep Pembelajaran Induktiv
Pembelajaran didefinisikan sebagai pertautan keseluruhan antara kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan terjadinya interaksi belajar-mengajar. Dalam interaksi ini tentu saja melibatkan pendekatan atau model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran itu adalah model pembelajaran induktif yang sangat berguna dalam pengelolaan informasi Quinland (1993) mendefinisikan metode pembelajaran induktif sebagai ‘methods that systematically produce intentional concept descriptions from extentional concept description. In the Words, from the specipic knowlodge provide by domain examples, and inductive learning methods is capable to obtain general domain knowledge’ konsep model induktif diatas tidak jauh berbeda  dengan yang diungkapkan dalam jurnal pendidikan bahwa model pembelajaran induktif adalah “ a method of intruction where teacher use powerful examples to help students learn a concept, principle, generalization, or academic rule “
Dengan demikian jelas bahwa model pembelajaran induktif adalah suatu metode pembelajaran sistematis yang digunakan guru untuk membantu siswa belajar tentang konsep, prinsip, generalisasi atau kaidah-kaidah akademik.
Dalam mempresentasikan contoh-contoh, para guru memandu siswa untuk berpikir melalui suatu rangkaian pertanyaan-pertanyaan secara luas, sehingga dapat mempengaruhi konsep, prinsip, generalisasi, atau kaidah akademis siswa.
2. Tujuan Model Pembelajaran Induktif
Tujuan dari model pembelajaran induktif adalah :
  1. Membantu siswa membangun suatu pemahaman secara mendalam atau lebih spesifik tentang suatu topik.
  2. Agar siswa lebih aktif dalam proses membangun pemahaman.
  3. Membantu siswa memperoleh keyakinan dan keterampilan yang dimulai dari lingkungan sendiri.
Menurut Sulaiman (1988) sejumlah tujuan mengajar yang dapat dicapai melalui model induktif ini meliputi :
1.    Dapat diterapkan dalam mengajarkan konsep atau generalisasi.
2.    Efektif dalam memotivasi siswa.
3.    Menumbuhkan minat siswa karena dalam model ini partisipasi siswa dalam melakukan observasi sangat ditekankan dan secara maksimal siswa diberi kesempatan untuk aktif.
4.    Dapat mengembangkan keterampilan proses dalam belajar.
5.    Dapat mengembangkan sikap yang positip terhadap suatu objek.
Pembelajaran model induktif adalah penting dikarenakan alasan-alasan sebagai berikut :
1.    Contoh-contoh yang digunakan berkualitas tinggi sehingga para siswa tidak tergantung pada latar belakang pengetahuannya.
2.    Mengajarkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan secara ekplisit memotivasi siswa.
3.    Membantu sisiwa dengan keterbatasannya untuk belajar lebih baik tentang konsep-konsep pengetahuan.
3.  Perencanaan Pembelajaran Induktif
Perencanaan Pembelajaran induktif meliputi :
a.       Identifikasi topik. Untuk memutuskan apakah penting untuk diajar, anda mungkin ingin membuat satu peta konsep tentang content yang akan diajarkan selama lebih setahun.
b.    Menetapkan target content yaitu membuat statemen yang secara ekplisit menggambarkan dengan tepat apa yang guru inginkan dari siswa setelah memahami satu topik.
Ada beberapa tahapan yang dilakukan guru dalam model pembelajaran induktif. Tahapan tersebut meliputi :
1.    Pengenalan Pelajaran.
Pada tahap ini guru menyediakan satu kerangka konseptual untuk satu pelajaran yang dapat membantu siswa memahami tugas mereka dalam menganalisis bentuk dan mencari contoh-contoh.
2.    Pembukaan.
Pada tahap ini guru membangun pemahaman siswa dengan memperkenalkan contoh-contoh. Guru mempresentasikan contoh-contoh tersebut diselingi dengan pertanyaan terbuka baik dari guru atau siswa, pertanyaan-pertanyaan diselidiki sebagai bukti dapat digunakan sebagai pendukung pertanyaan-pertanyaan. Contoh : “bagaimana anda mengetahui bahwa ...................?”
3.    Tahap Konvergen.
Secara ekplisit, tahap ini bertujuan untuk mengembangkan gambaran siswa tentang hubungan dalam satu prinsip, generalisasi atau kaidah, atau karakteristik tentang suatu konsep. Guru dapat menanggapi apa yang direspon siswa dan menunjuk mereka untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik atau hubungan-hubungan. Jawaban siswa dapat dijadikan sebagai pendukung (bukti) untuk menarik kesimpulan.

4.    Penutup.
Pada tahap ini siswa dapat menyimpulkan karakteristik konsep, prinsip, generalisasi, atau kaidah-kaidah. Mereka diminta untuk menguraikan apa yang sudah dipelajari dalam satu laporan umum.
5.    Aplikasi
Pada tahap ini siswa harus mampu mengaplikasikan apa yang sudah dipelajari dalam dunia nyata. Aplikasi ini akan tercapai melalui seatwork atau tugas pekerjaan rumah, guru harus yakin bahwa kebanyakan siswa dapat dengan mudah menerapkan informasi pada lingkungan mereka.
4.             Strategi Pembelajaran Induktif
Model pembelajaran induktif berisi sejumlah strategi dimana setiap strategi memiliki tahapan-tahapan tertentu. Setiap proses berada pada tahapan-tahapan yang berbeda berdasarkan kaitan antara proses dan tahapannya tersebut. Tipe proses yang digunakan tergantung pada pertanyaan guru. Dalam pembelajaran model induktif ini, guru harus mampu menentukan tugas kognitif tertentu pada saat yang tepat. Melalui proses bertanya, guru mengembangkan fungsi-fungsi kognitif. Dengan demikian, fungsi utama guru dalam model megajar seperti ini memerlukan sejumlah data mentah yang disusun oleh siswa, sedangkan tugas guru membantu dalam mengolah data kedalam susunan yang lebih sistematis. Cara-cara yang dapat digunakan olah guru berkenaan dengan peranannya diatas antara lain bertanya, memberi komentar atau tanggapan, berdiskusi atau mendengarkan.
Ada tiga tahapan dalam mengembangkan pembelajaran induktif yakni pembentukan konsep, interpretasi data dan aplikasi prinsip. Rincian masing-masing tahap dapat dilihat pada tabel berikut :
Dari tabel dibawah dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran induktif adalah suatu kegiatan belajar-mengajar, yang membimbing siswa menemukan kesimpulan sebagai penerapan hasil belajar melalui tahapan-tahapan diatas. Model pembelajaran induktif ini didesain untuk meningkatkan kemampuan berpikir. Model ini dibangun berdasarkan tiga asumsi :
1. Berpikir dapat dipelajari. Dengan demikian mengajar dapat membantu siswa untuk mengembangkan kecakapan untuk berpikirnya.
2. Proses berpikir adalah sebuah transaksi aktif antara individu dan data. Hal ini berarti peserta didik diberi sejumlah data dari domain pelajaran.
3.  Proses berpikir berkembang secara bertahap.
Tabel. 3-4 Tahapan Model Pembelajaran Induktif
Tahapan
Kegiatan
Perkembangan konsep
a.     Mengidentifikasi dan menyebutkan satu demi satu data yang relevan pada suatu topik atau masalah
b.     Mengelompokkan item-item kedalam kategori
c.     Menkategorikan dan memberi nama kategori tersebut
Interpretasi data
a.    Mengidentifikasi butir-butir informasi
b.    Menjelaskan butir-butir informasi yang telah di identifikasi
c.    Membuat kesimpulan
Aplikasi prinsip
a.     Menganalisis masalah, menjelaskan fenomena, menyusun hipotesis
b.     Menjelaskan dan atau mendukung perkiraan dan hipotesis
c.     Menguji prediksi

Model Pembelajaran ini termasuk dalam the infomation processing family of model. Model mengajar yang dikembangkan Hilda Taba ini mengemukakan Strategi Mengajar yang meningkatkan kemampuan para siswa untuk menangani informasi. Model Mengajar ini dikembangkan dengan asumsi bahwa dalam mengajar, situasi kelas merupakan kerjasama dari sejumlah kegiatan siswa. Model Pembelajaran seperti ini dinilai dapat digunakan sebagai pengenalan pengalaman baru, tentunya dengan pola yang sistematis dan logis.
Model induktif dasar adalah sebuah model pembelajaran dengan mengoleksi, mengorganisasi, memanipulasi dan menggunakan data. Hilda Taba (1966), menyatakan bahwa berpikir induktif adalah bawaan dan sah menurut hukum. Ini adalah revolusi dalam bekerja, sebab sekolah-sekolah memutuskan untuk mengajar dengan cara yang tidak patuh pada hukum, meruntuhkan kemampuan yang dibawa sejak lahir.
  1. Gambaran Langkah-langkah Model Deduktiv Dasar
Skenario I
Di sekolah olah raga Motilal Nehru Haryana, India, ada dua kelompok anak-anak yang berusia 10 tahun tengah sibuk mempelajari ilmu tumbuh-tumbuhan. Perhatian mereka terpusat pada struktur kehidupan tumbuh-tumbuhan. Satu kelompok sedang mempelajari buku teks dengan bimbingan instruktur mereka, yang menggambarkan struktur tumbuh-tumbuhan yang ditemukan disekitar sekolah tersebut. Kelompok ini disebut kelompok presentasi termasuk kelompok ilustrasi. Kelompok yang lain, yang kita akan sebut kelompok yang induktip, diajar oleh Bharati Baveja, salah satu instruktur pada Delhi University. Kelompok ini diperkenalkan dengan sejumlah besar tumbuh-tumbuhan yang diberi label dengan nama-nama mereka. Siswa bekerja berpasangan, mereka membuat penggolongan-penggolongan tumbuh-tumbuhan berdasarkan pada karakteristik-karakteristik struktural dari akar, batang dan daun.
Pada saat tertentu, pasangan-pasangan ini bertukar penggolongan-penggolongan yang mereka buat dan menghasilkan label-label. Ada kalanya Dr. Baveja mempekerjakan pencapaian konsep untuk memperkenalkan suatu konsep yang dirancang untuk memperluas kerangka acuan siswa itu dan mempengaruhi penggolongan lebih rumit. Dia juga menyediakan nama ilmiah untuk kategori-kategori yang ditemukan siswa. Pada akhirnya Dr. Beveja  menyajikan bebrapa spesimen baru pada siswa dan meminta mereka melihat apakah mereka dapat memperkirakan struktur bagian tumbuh-tumbuhan dari pengamatan tumbuhan lain, (misalnya : menemukan struktur akar dari pengamatan pada struktur daun).
Akhirnya, dia meminta siswa untuk mengumpulkan lebih banyak spesimen-spesimen dan mencocokan dengan kategori-kategori yang sudah mereka kembangkan sehingga mereka dapat menentukan kategori-kategori secara menyeluruh. Mereka menemukan bahwa kebanyakan tumbuh-tumbuhan yang baru akan berkaitan dengan kategori-kategori. Dua minggu setelah studi, kedua kelompok ini melakukan tes tentang isi dan diminta lebih banyak meneliti spesimen-spesimen dan karakteristik-karakteristik strukturl mereka.
Kelompok yang induktip sudah memperoleh dua kali lebih banyak spesimen-spesimen dibanding kelompok presentation-cum-illustration.
Skenario II
Jack Wilson, seorang guru di Lincoln, Nebraska setiap hari selalu bertemu anak-anak untuk memberikan petunjuk membaca sehubungan dengan apa yang sedang diajarkan. Menurutnya anak harus memiliki sejumlah kata-kata agar dapat memahami kata-kata dalam konteks yang lebih luas. Desain yang dikembangkan adalah membantu siswa mengembangkan konsep-konsep dan bagaimana kata-kata tersusun dan dapat digunakan sebagai pengetahuan  untuk menjawab kata-kata yang tidak familiar bagi mereka.
Mula-mula Jack Wilson mempersiapkan suatu tempat yang berisi kartu-kartu yang sudah dituliskan dengan sejumlah kata-kata. Kemudian dengan seksama menyeleksi kata-kata itu dengan prefiks dan sufiks tertentu dan secara sengaja pula ia menaruh kata-kata  yang berawalan dan berakhiran berbeda tetapi mempunyai kata dasar yang sama. Ia mengambil awalan-awalan dan akhiran-akhiran yang mempunyai karakteristik struktural yang familiar agar mudah diidentifikasi.
Ketika kelompok siswa berkumpul pada hari Senin pagi, Jack memberi beberapa kartu kepada masing-masing siswa. Sisa kartu-kartu itu disimpannya dengan harapan secara berangsur-angsur akan meningkatkan pengetahuan siswa dengan banyaknya keterangan yang didapat. Jack menyuruh setiap siswa membaca suatu kata disalah satu kartu dan memberikan pendapatnya tentang kata tersebut. Siswa lain dapat menambah dengan uraian. Dengan cara ini makna struktural akan menarik perhatian siswa.
Setelah siswa terbiasa dengan berbagai macam kata, Jack meminta mereka untuk menaruh kata-kata itu sesuai kelompoknya, kemudian mereka diminta mempelajari kata-kata tersebut. Pada mulanya mereka menggolongkan berdasarkan hurup awal atau berdasarkan arti. Secara berangsur-angsur mereka mencatat awalan-awalan, bagaimana mengeja dan mengartikannya, bagaimana penambahan awalan tersebut mempengaruhi kata dasar. Setelah selesai, Jack meminta mereka untuk menceritakan masing-masing kategori dan kartu-kartu itu secara umum.
Dari dua ilustrasi diatas dapat ditemukan berbagai aktivitas yang dilaksakan oleh siswa dengan bantuan guru. Ilustrasi-ilustrasi itu menunjukan pada kita terjadinya pembelajaran yang berdasar pada pola berfikir induktif.
  1.  Pengajaran Berpikir
Ahli kurikulum Hilda Taba mengembangkan suatu desain strategi pengajaran yang dapat mengembangkan proses mental induktif, terutama kemampuan untuk menggolongkan dan menggunakan kategori-kategori.
  1.  Belajar Mengklasifikasi
Belajar mengklasifikasi dimulai dengan mengajarkan model-model penggolongan data kepada siswa, yakni seperti membentuk kategori-kategori karena pada umumnya konsep ini dipercaya sebagai dasar keterampilan berpikir tingkat tinggi.

D. ORIENTASI MODEL
Taba mempopulerkan istilah strategi pengajaran ini tiga puluh tahun yang lalu ketika dia bekarja di Contra Costa California. Pada saat itu sekolah-sekolah menyediakan contoh utama dari strategi pengajaran yang dirancang untuk memperbaiki kemampuan siswa untuk menangani informasi. Faktanya, strategi ini menjadi kekuatan dari seluruh kurikulum tentang studi sosial (Taba, 1966). Hal ini memberi peluang bagi desain rangkaian pelajaran, unit-unit studi, dan pelajaran dimana dalam pengajaran tersebut terintegrasi antara berpikir dengan isi.
a. Proses Berpikir
Taba membuat pendekatan ini dengan asumsi :
1.        Berpikir dapat dipelajari, seperti yang digunakan oleh Taba sebagai alat untuk membantu siswa melalui praktek. Strategi ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir induktif.
2.        Berpikir adalah satu transaksi aktif antara seseorang dengan data. Ini berarti siswa diperkenalkan dengan sekumpulan data dari suatu domain keterangan (puisi-puisi, bebatuan, negara). Mereka mengorganisir data kedalam sistem konsep. Menghubungkan satu dengan yang lain poin-poin tersebut kedalam data itu dan menggeneralisasikannya. Dari hubungan-hubungan itu mereka akan menemukan dan membuat kesimpulan untuk membuat hipotesa, meramalkan dan menjelaskan gejala. Kerja mental ini tidak dapat diajarkan secara langsung. Dengan pengertian yang diberikan oleh guru atau produk-produk pemikiran yang menarik diperoleh adalah milik orang lain. Guru hanya dapat membantu para siswa  menyediakan tugas-tugas yang memerlukan proses mental yang kompleks, dengan model dan pemberian dukungan langsung yang sedikit menjadikan anak-anak lebih pandai.
3.        Menurut hukum, proses berpikir akan meningkatkan sikuen. Taba mendalilkan bahwa untuk menguasai keterampilan berpikir seseorang harus menguasai sesuatu dan sikuennya tidak dapat dibalikan. Oleh karena itu konsep dari sikuen ini sah menurut hukum dan memerlukan strategi pengajaran untuk mengamati sikuen tersebut.
b. Tiga strategi pengajaran
Ada tiga strategi pengajaran untuk mengembangkan keterampilan berpikir induktif menurut Taba. Strategi tersebut adalah :
1.     Formasi konsep (strategi pengajaran dasar). Dalam strategi ini ada beberapa tahap yang harus diperhatikan yaitu :
5.    Mengidentifikasi dan menyebutkan satu persatu data yang relevan dengan suatu topik atau masalah.
6.    Menggolongkan item-item ini ke dalam kategori-kategori yang anggotanya mempunyai atribut umum.
7.    Mengembangkan label untuk kategori-kategori.
Untuk melibatkan siswa kedalam kegiatan ini, Taba menemukan pengajaran yang berpindah wujud dari tugas-tugas yang diberikan kepada siswa. Tabel dibawah menunjukkan hubungan antara kejelasan aktivitas di dalam formasi konsep model, operasi mental selam siswa melaksanakan aktivitas, dan pertanyaan-pertanyaan yang biasa muncul dari guru yang berkenaan dengan aktivitas siswa.
Tabel 3-1 Formasi Konsep
Aktivitas Nyata             Operasi Mental tertutup               Gambaran Pertanyaan
1. Pendataan,                          Membedakan (identifikasi          Apa yang kamu lihat? Item            
Inventarisir                         berbeda)                                      dengar? Catat?
 2. Pengelompokan                  Mengidentifikasi hal-hal             Termasuk dalam kelompok    
                                                Umum, abstrak                            mana? Pada kategori apa?
 3. Pemberian label,                 Menentukan hirarki                     Kamu sebut apa kelompok 
Kategorisasi                        item-item secara berurutan          tersebut dan terdapat pada
                                       (super dan subordinate)              kategori apa?

SOURCE : Hilda Taba, teacher’s handbook for elementary Social studies (Reading, Mass.: Addison-Wesley Publishing Co., Inc., 1967, p 92)


2. Interpretasi data
    Strategi pengajaran yang kedua menurut Taba adalah membangun operasi mental yang  dikenal dengan menginterpretasikan, membuat kesimpulan dan menggenerlisasikan. Tabel berikut menunjukan aktifitas tersembunyi yang libat dalam interpretasi data dan pertanyaan-pertanyaan guru yang dapat digunakan untuk membangun kreatifitas. Yang utama dilakukan siswa adalah membuat hipotesis tentang hubungan-hubungan,  menyimpulkan penyebab dan menyelidiki hipotesis untuk membuat generalisasinya.
Tabel 3-2 Interpretasi data
     Aktivitas Nyata                Operasi Mental tersembunyi            Gambaran Pertanyaan     
 1. Mengidentifikasi             Membedakan                                   Apa yang kamu cata,lihat,           
     Hubungan kritis                                                                       temukan?

 2. Menggali hubungan        Menhubungkan masing-masing        Mengapa ini bisa terjadi?
                                             Kategori. Mencari sebab akibat
                                             Hubungan.

 3. Membuat kesimpulan     Mencari generalisasi tentang             Apa maksudnya? Gambaran 
                                              Apa yang diberikan.                        Apa yang muncul dalam
                                              Mencari implikasinya.                     Pikiranmu? Apa kesimpulan
                                                                                                      mu?
SOURCE ; Hilda Taba, teacher’s handbook for elementary Social studies (Reading, Mass.: Addison-wesley Publishing Co., Inc., 1967, p. 101)

3. Aplikasi prinsip-prinsip
Tugas yang ketiga adalah menerapkan prinsip-prinsip untuk menjelaskan gejala / konsekuensi baru yang menggambarkan kesimpulan dari kondisi-kondisi yang telah terbentuk. Contoh gambaran kesimpulan negara-negara yang mempunyai minat yang sama. Menerapkan prinsip-prinsip untuk menjelaskan gejala baru (prediksi konsekuensi) dari kondisi tertentu telah terbentuk strategi ini akan membawa siswa dari aktivitas formasi konsep sampai yang memerlukan penafsiran data kemudian sampai pada aktivitas yang memerlukan aplikasi prinsip. Pada masing-masing link, siswa akan memerlukan perluasan aktivitas mereka untuk menangani informasi, yakni mengembangkan koinsep-konsep baru, mengembangkan cara-cara baru, dan menerapkan prinsip-prinsip yang terbentuk dari situasi baru.
Tabel dibawah ini menguraikan aktivitas nyata, operasi mental tersembunyi, dan gambaran pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
Tabel 3-3 Aplikasi  Prinsip-prinsip
Aktivitas Nyata                                Operasi Mental Tersembunyi       Gambaran pretanyaan
1.  Memperkirakan konsekuensi,    Menganalisa kaidah masalah       Apa yang akan terjadi
Menjelaskan fenomena yang     atau situasi dan menghubung-     jika........?
Tidak umum, membuat               kan dengan pengetahuan yang
Hipotesa.                                     Relevan.

2.  Menjelaskan dan/atau                 Menentukan hubungan sebab    Mengapa kamu berpikir
Mendukung prediksi dan            akibat atas munculnya prediksi  bahwa hal ini akan
     Hipotesa.                                     dan hipotesis.                               Terjadi?
3. Membuat verifikasi perkiraan     Menggunakan prinsip logis         Bagaimana hal tersebut
                                                          Atau pengetahuan faktual         bisa dianggap benar atau
                                                          Untuk.........                               kemungkinannya
                                                                                                             menjadi Akan benar?
SOURCE ; Hilda Taba, teacher’s handbook for elementary Social studies (Reading, Mass.: Addison-wesley Co., Inc., 1967, p. 109)

Tahap pertama strategi ini memerlukan siswa untuk memprediksi konsekuensi-konsekuensi, menjelaskan data yang tidak familiar atau mengadakan hipotesa. Tahap ke dua adalah usaha para siswa untuk menjelaskan hipotesis yang mendukung prediksinya. Tahap ketiga para siswa memveripikasi prediksi-prediksi atau mengidentifikasi kondisi-kondisi.
D. SINTAK MODEL PENGAJARAN
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa ada tiga strategi pengajaran yang masing-masing saling berkaitan satu sama lain. Strategi tersebut meliputi formasi konsep, interpretasi data dan aplikasi prinsip-prinsip atau ide-ide. Pada setiap kasus, strategi melibatkan aktifitas yang jelas, ini berarti para siswa harus melakukan operasi tersembunyi tertentu untuk melaksanakan aktifitas. Dengan demikian urutan dari aktifitas membentuk sintaksis dari strategi pengajaran dan disertai dengan proses-proses mental yang mendasar. Untuk mengajar siswa agar melakukan respon terhadap model, guru diberitahu untuk mulai dengan memimpin para siswa melalui aktifitas berdasarkan pada data, menetapkan yang akan diperkenalkan kepada mereka dan di dalam pembelajaran, siswa diajar bagaimana cara menciptakan dan mengorganisir data.
1. Sistem Sosial
Dalam menjalankan ketiga strategi tersebut, situasi kelas sangat mempengaruhi aktifitas siswa. Karena guru secara umum merupakan pemrakarsa tahap-tahap pelaksanaannya, maka sikuen aktifitas harus ditentukan terlebih dahulu, lalu guru memulai dengan kegiatan controlling dengan posisi tetap adanya kerjasama.

2. Prinsip-Prinsip Reaksi
Taba membekali guru dengan petujuk yang jelas untuk bereaksi dan merespon setiap tahap. Ketika menggunakan tugas-tugas kognitif dalam setiap strategi, guru harus pastikan bahwa tugas-tugas kognitif terjadi dalam urutan optimum pada saat yang tepat.
Mengatur tugas-tugas memerlukan suatu studi tentang pendataan, sselanjutnya diteliti sebelum proses kategorisasi dan pencarian relevansinya. Tugas mental guru yang utama selama melaksanakan strtegi ini adalah memonitor bagaimana para siswa memproses informasi dan menggunakannya secara tepat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan. Tugas penting guru adalah mengetahui kesiapan siswa memperoleh pengalaman baru dan aktifitas kognitif dengan mengasimilasikan dan menggunakan dengan pengalaman-pengalaman yang telah dimilikinya.
3. Sistem Pendukung
Strategi ini digunakan dalam bidang kurikuler dengan banyak data yang perlu di tata. Contohnya, dalam mempelajari ekonomi dari bebagai negara, para siswa akan memerlukan sejumlah data seputar ekonomi negara-negara dan statistik tentang hal-hal yang terjadi di dunia. Selanjutnya tugas guru adalah membantu mereka bagaimana cara memproses data yang terus bertambah.
E. APLIKASI MODEL
 Karena masing-masing strategi pengajaran Taba dibangun atas mental tertentu atau kognitif, tugas aplikasi utama model ini adalah untuk mengembangkan kapasitas berpikir. Bagaimanapun, selama mengembangkan kapsitas berpikir, startegi sangat diperlukan oleh siswa untuk mencerna dan memproses sejumlah informasi. Strategi yang ketiga yaitu dengan mempengaruhi para siswa diluar data yang diberikan. Ini adalah suatu usaha yang sengaja dilakukan untuk meningkatkan produktifitas atau berfikir kreatif. Yang termasuk dalam proses-proses induktif seperti itu diantaranya adalah pengolahan informasi untuk memecahkan permasalahan.
a. Dampak Bagi Pembelajaran dan Pengiringnya
Dampak pengiring dari penerapan model berpikir induktif meliputi (Joyce:2000):
1. Semangat untuk menemukan
2. Adanya kesadaran akan hakekat pengetahuan
3. Berpikir logis
Sedangkan dari segi pembelajarannya mencakup :
 1. informasi konsep-konsep, keterampilan dan membentuk hipotesis
             2. Proses pembentukan konsep
             3. konsep-konsep, sistem konseptual dan aplikasinya
Dibawah ini adalah kerangka model pembelajasran induktif beserta dampak dan pengiringnya.













BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Model pembelajaran induktif menjadikan siswa terlibat secara fisik maupun mental untuk memecahkan permasalahan yang diberikan guru. Model Taba ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan model ini antara lain : dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa, dapat menguasai secara tuntas topik-topik yang dibicarakan karena adanya tukar-menukar informasi antar siswa sampai pada kesimpulan terakhir, mengajar siswa untuk berpikir secara kritis dan kreatif, berpikir dan bekerja secara sistematis dan logis dan adanya kesadaran akan hakikat pengetahuan pada diri siswa.
Sedangkan kekurangan model ini antara lain : bahwa pembelajaran dengan menerapkan model ini membutuhkan waktu yang cukup lama, sulit menentukan siswa mana yang aktif dan mana yang kurang atau tidak aktif dalam proses pembelajaran.
Secara umum model pembelajaran induktif ini baik untuk meningkatkan kemampuan para siswa untuk menangani informasi. Karena dikembangkan dengan asumsi bahwa dalam mengajar, situasi kelas merupakan kerja sama dari sejumlah kegiatan siswa. Model pembelajaran seperti ini dapat digunakan sebagai pengenalan pengalaman baru, untuk mengajarkan mata pelajaran sosial maupun science. Karena lebih banyak memberi kesempatan kepada siswa, maka aktivitas pembelajaran pada model ini berpusat pada siswa (student contered), guru hanya sebagai inisiator, fasilitator dan kontroler dalam pembelajaran. Dengan demikian siswa model pembelajaran ini dapat mengembangkan kemampuan optimalnya sebagaimana tujuan dari pendidikan itu sendiri.
b. Saran
Ada tiga strategi dalam pembelajaran induktif ini yakni pembentukan atau formasi konsep, interpretasi data dan aplikasi prinsip. Dampak pengiring dari pembelajaran induktif ini meliputi : semangat untuk menemukan, adanya kesadaran akan hakikat pengetahuan dan berpikir logis. Dampak dalam pembelajarannya mencakup informasi konsep-konsep, keterampilan membuat hipotesis, proses pembentukan konsep, konsep-konsep, sistem konseptual dan aplikasinya.




















DAFTAR PUSTAKA

AAM Jelantik,  Estetika: Sebuah Pengantar, 1999, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, Bandung.
Bliss, Joan., Martin Monk and Jon Ogborn. 1983.  Quatitative Data Analysis for Educational Research. London: Croom Helm.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Analisa Situasi dan Kondisi Pendidikan Untuk Semua Tahun 2002. Jakarta: Sekretariat Forum Koordinasi Nasional.
Dickie, George. Aesthetics an Introduction. Indianapolis: The Bobbs-Merrill Company, Inc, 1971.
Hartoko, Dick. Manusia dan Seni. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1984 Isaac, Stephen & William B Michael. 1983.  Handbook in Research and Evaluation.
Second Edition. San Diego, California: Edits.
Johnson. E.B. (2000). Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc. Kennick. W.E. 1979. Art and Philosophy Readings in Aesthetics. New York: St.Martin’s Press, Inc.
Krathwohl, David R. 1998.  Methods of Educational & Social Science Research: An Integrated Approach. New York: Longman.
Summahamijaya, Suparman. tanpa tahun. Pembangunan Masyarakat Pancasila Melalui
Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusia dengan Sistim Pendidikan Sikap Mental Wiraswasta. Jakarta: Lembaga Bina Wiraswasta.
Undang-Undang Nomor 20, tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang  Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan.
Joyce, Bruce. Marsha Well, and Emily Calhoun. 2000. Model of Teaching. Sidney : Allyn and Bacon.
What is the Inductive Model of Intruction? http : //www.coe.ufl.edu/courses/eex3257/classnotes/inductiveoutline.htm[online] 23 April 2007.