Kamis, 29 Desember 2011

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI SEKOLAH

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
A. Pendahuluan
Permasalahan remaja saat ini makin kompleks. Tawuran antar pelajar, ugal-ugalan di jalan, muncul sekelompok pemuda pengguna narkoba, minum-minuman keras, pornoaksi, menganut ramalan bintang yang berbuah kesyirikan adalah beberapa contohnya. Haruskah guru agama yang akan bertanggung jawab? Karena begitu buruknya cetakan siswa didik masa kini, apakah guru agama tidak mendidik para siswanya menuju pencapaian akidah yang benar, serta melekatnya akhlak pada jiwa-jiwa siswa didik? Jika siswa didik masa kini merupakan aset terbesar negara ini maka merekalah yang akan menyelesaikan jutaan tantangan masa depan yang lebih berat. Akankah mereka sanggup jika sekarang terjadi penurunan akidah, dan jika generasi muda tidak dipersiapkan secara matang, akan seperti apa amburadulnya bangsa di masa mendatang?
Pelajaran agama di sekolah dalam realita umumnya hanya diajarkan dua jam per pekan saja. Apakah ini yang dimaksudkan untuk memperbaiki akidah serta akhlak anak bangsa? Hal ini lebih pantas dikatakan sebagai formalitas belaka. Tidak ada perbaikan untuk menuju jalan terbaik ataupun hal yang lebih baik. Sebuah pertanyaan kecil membuat kita berpikir, ”Adakah yang salah dari wajah pendidikan agama di negeri kita ini?” Sebagai bangsa yang dikenal religius, seharusnya keberagamaan mempunyai kontribusi untuk mengurangi kejahatan sosial di sekitar kita. Nyatanya, belum ada tanda-tanda demikian.
B. Pembahasan
Pokok permasalahan yang menjadi sumber utama problematika pendidikan agama di sekolah selama ini hanya dipandang melalui aspek kognitif atau nilai dalam bentuk angka saja, tidak dipandang bagaimana siswa didik mengamalkan dalam dunia nyata sehingga belajar agama sebatas menghafal dan mencatat. Hal ini mengakibatkan pelajaran agama menjadi pelajaran teoritis bukan pengamalan atau penghayatan terhadap nilai agama itu sendiri. Paulo Freire menegaskan bahwa fungsi pendidikan adalah untuk pembebasan, bukan untuk penguasaan. Tujuan pendidikan adalah untuk menggarap realitas manusia, dan karena itu secara metodologis bertumpu pada prinsip-prinsip aksi dan refleksi total, yakni prinsip bertindak untuk mengubah kenyataan yang menindas dan pada sisi simultan lainnya secara terus-menerus menumbuhkan kesadaran akan realitas dan hasrat untuk mengubah kenyataan yang menindas.
Sehubungan dengan hal di atas, cara berpikir kita sepertinya harus diubah. Hal ini mengingat bahwa pendidikan itu penting. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989. Oleh karena perubahan zaman yang makin modern maka kurikulum juga harus dapat beradaptasi dengan perubahan itu sendiri. Guru juga harus kreatif mengaplikasikan materi pendidikan agama sesuai dengan situasi murid. Gaya bercerita, diskusi, problem-solving (pemecahan masalah), dan simulasi adalah alternatif positif yang dapat dimasukkan dalam metode yang tepat untuk pembelajaran agama. Menurut Al Nahwawi, metode pengajaran yang sesuai dengan Al Qur’an dan Al Hadist meliputi :
1.      Metode Hiwar Qur’ani dan Nabawi: dialog yang mengarah pada tujuan pendidikan.
2.      Metode kisah Qur’ani dan Nabawi: kisah menarik dan diambil keteladanannya untuk dijadikan panutan.
3.      Metode Amtsal: membaca teks untuk mempermudah siswa dalam memahami suatu konsep.
4.      Metode Teladan: menggunakan keteladanan dalam memnanamkan penghayatan dan pengamalan materi tersebut.
5.      Metode Pembiasaan: pengulangan yang dilakukan secara terus-menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan.
6.      Metode Ibrah dan Mauziah: menelaah ibrah dari kisah dengan nasihat yang lembut dan menyentuh.
7.      Metode Targhib dan Tahrib: didasarkan kepada ganjaran dan hukuman.

Dalam hal ini, menurut Seyyed Hossein Nasr bahwa guru bukan sekedar menjadi penyampai ilmu (mu’allim), akan tetapi lebih dititikberatkan sebagai murobbi untuk melatih jiwa dan kepribadian, murobbi akan selalu mengawasi perkembangan materi yang disampaikan dalam perkembangan akhlak siswa didik. Perlunya kesadaran siswa didik sebagai khalifatullah fil ‘ardh akan membangun semangat bahwa agama tidak sebatas ritual saja. Akan tetapi, akan membangun toleransi, menjunjung kebenaran, dan keadilan. Dengan hal ini, agama berfungsi sebagai media penyadaran. Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi dalam pendidikan agama, yakni:
1.      Sikap dan pengamalan diri hubungan siswa didik dengan Allah.
Apakah pendidikan agama mampu diterapkan oleh siswa didik untuk beribadah kepada Allah.
2.      Sikap dan pengamalan diri hubungan siswa didik dengan masyarakat.
Dengan mempelajari pelajaran agama diharapkan siswa mampu bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.
3.      Sikap dan pengamalan diri hubungan siswa didik dengan alam.
Untuk bisa berinteraksi serta memanfaatkan kekaayaan alam sesuai dengan tuntunan agama.
Sehubungan dengan itu, guru harus mampu mengevaluasi peserta didiknya secara terus-menerus, menyeluruh, dan ikhlas walaupun peran dan wewenangnya terbatas dapat bermakna dalam membina dan membimbing generasi penerus bangsa dari kegersangan rohani.
C. Simpulan dan Saran
Pada dasarnya, problematika pendidikan agama secara umum hanya mengedepankan aspek kognitif atau hasil pencapaian akhir terhadap suatu mata pelajaran. Hal ini belum mencapai aspek afektif, yaitu pembentukan sifat dan karakter siswa didik bagaimana siswa tersebut dapat menerapkan pelajaran yang telah didapat dan aspek psikomotorik yaitu pengembangan kreativitas. Untuk itu, entah bagaimana pengaplikasian pendidikan dalam kehidupan sehari-hari oleh para siswa.
Apalagi, pelajaran agama belum menjadi alat utama untuk menentukan lulus atau tidaknya siswa didik dalam suatu jenjang pendidikan. Inilah yang menurut siswa didik, pendidikan agama tidak terlalu penting sehingga cenderung diremehkan. Metode yang dilakukan oleh para guru agama juga menjadi salah satu faktor problematika pendidikan agama di sekolah. Oleh karena itu, untuk mengatasi problematika tersebut guru menjadi kunci penting, yakni bertindak dengan menggunakan metode yang tepat bagi kelancaran pembelajaran agama.

DAFTAR PUSTAKA
Suara Merdeka. Edisi Selasa, 18 September 2007




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar