Kamis, 15 Desember 2011

ANALISIS PEMBELAJARAN PAI DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

ANALISIS PEMBELAJARAN PAI DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

A.    Latar Belakang
Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik. Selain di media massa, para pemuka masyarakat, para ahli, dan para pengamat pendidikan, dan pengamat sosial berbicara mengenai persoalan budaya dan karakter bangsa di berbagai forum seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat.
Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif  karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik.
Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya. Pendapat yang dikemukakan para pemuka masyarakat, ahli pendidikan, para pemerhati pendidikan dan anggota masyarakat lainnya di berbagai media massa, seminar, dan sarasehan yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional pada awal tahun 2010 menggambarkan adanya kebutuhan masyarakat yang kuat akan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Apalagi jika dikaji,  bahwa kebutuhan itu, secara imperatif, adalah sebagai kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional.
Sebagai gambaran, penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan agama Islam di sekolah merupakan system pembelajaran yang selalu berkaitan dengan nilai-nilai moral keagamaan. Bila kurikulum sebagai heart of education,  maka pendidikan Agama Islam sebagai bagian dari kurikulum pendidikan menjadi is the heart of character in curriculum. Karena pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran dimana isinya(conten of matter) memuat berbagai karakter positif sesuai dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Bahkan tentu akan mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional. Selain itu pendidikan agama Islam lebih menekankan kepada soft skill sebagai pengendali dan control terhadap hard skill seseorang.
Munculnya gagasan dan kebijakan pendidikan berkarakter yang konsepnya tertuang dalam kurikulum pendidikan termasuk pada mata pelajaran pendidikan Islam disisi lain mengandung persefsi bahwa karakter yang ada pada conten of matter pendidikan Agama Islam belum mampu membangun manusia-manusia berkarakter yang di dalamnya adalah karakter religi. Hal ini menunjukan perlu adanya pengkajian bahwa pembelajaran tentang karakter belum tentu mampu menjadikan manusia yang berkarakter.
Asumsi tersebut menjadi dasar bahwa pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran, juga harus bekarakter. Dari sini disusunlah silabus dan rpp PAI berkarakter. Dikaji melalui pendekatan filosofis menggambarkan bahwa akar maslahnya adalah bagaimana mengeksplorasi setiap mata pelajaran agar mampu menginternalisasikan karakter-karakter dalam setiap mata pelajaran agar tertanam dan mampu diaplikasikan para siswa dalam kehidupannya.
Kebijakan ini juga sekaligus memiliki asumsi bahwa selama ini Pendidikan Agama Islam belum berkarakter. Padahal hampir semua materi dalam pendidikan Islam mengandung nilai-nilai karakter pokok bagi kehidupan indivu dan social. Dengan demikian masalahnya adalah bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai karakter yang terdapat dalam Pendidikan Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari melalui proses pembelajaran siswa.

B.     Pengertian Pendidikan Agama Islam
            Mengkaji Pendidikan Agama Islam dengan pendidikan karakter secra filosofis memiliki pengertian mendudukan secara essensial keterkaitan antara pendidikan Agama Isla m dengan Pendidikan karakter. Maka kajian ini akan lebih sistematis bila pembahsan dimulai dari pembahasan pendidikan agama islam dan pendidikan karakter secra ontologis.
            Menurut Ahmad Tafsir (1992: 32) Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam”. Sedangkan Prof. Dr. Zakiah Darajat (1998:15), Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya, dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebgai pandangan hidup (way of life).Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan ajaran Islam.Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama Islam yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik, agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan engamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyaikininya secara menyeluruh, serta menjadikannya demi keselamatan hidup di dunia maupun kelak diakhirat.
            Dua kutipan pendapat di atas mengartikan pendidikan agama Islam sebagai proses pembentukan karakter manusia agar menjalankan ajaran Islam secra kaffah. Untuk mencapai itu tentunya memrlukan materi sebagai bahan yang mampu mengantarkan siswanya menjadi muslim yang kaffah. Inilah yang disebut dengan content of matter, pendidikan Agama Islam yang merupakan suatu konsep yang berisi mata pelajaran dan kegiatan mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Materi ini meliputi empat dasar pokok yaitu:
a.       Hubungan manusia dengan Allah SWT
b.      Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
c.       Hubungan manusia dengan sesama manusia 
d.      Hubungan manusia dengan makhluk lain dan alam lingkungan.
Empat poko materi PAI tersebut dituangkan dalam kompetensi ; Alquran, Aqidah, Ibadah, akhlak, dan sejarah.
Melihat konten materi dan proses, pendidikan agama Islam mengandung berbagai nilai-nilai moral universal yang menjadi dasar tumbuhnya karakter positif pada sesorang.
C.    Pengertian Karakter
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
D.    Pendidikan Agama Islam dan Pendidkan Karater
1.      Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan agama Islam secara komprehensip adalah memebentuk kepribadian Islam. Islam sebagai agama merupakan system kepercayaan dan system ritual yang esensinya mengandung berbagai muatan moral yang perlu diaplikasikan dalam kehidupan umatnya. Sehingga seorang muslim yang mengamalkan ajaran Islam disebut muslim kaffah adalah orang sudah mampu mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari secara smpurna. Inilah yang akan melahirkan akhlak mulia.
2.      Dasar Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam memiliki dasar pokok wahyu dari Allah yang tertuang dalam Alquran dan Perilaku rasulullah yang kemudian diistilahkan dengan syariat Islam. Dimana syariat Islam itu menjadi dasar dan barometer (standar moral) bagi para pemeluknya sehingga mampu melahirkan berbagai akhlak mulia atau karakter mulia.
   Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib.
3.      Dasar Pendidikan Karakter
   Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran,emosi dan motivasinya (perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: 
“character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”. (pendidikan karakter adalah usaha sengaja untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti. Ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang kitainginkan untuk anak-anak kita, jelas bahwa kita ingin merekadapat menilai apa yang benar, sangat peduli tentang apa yang benar, dan kemudian melakukan apa yang mereka yakini sebagai benar, bahkan dalam menghadapi tekanan dari luar dan godaan dari dalam ".)
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
E.     Nilai-nilai Philosopi Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Karakter
Menurut T. Ramli (2003), Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut.
Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,  jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.  Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Pemaparan di atas menunjukan adanya similaritas antara pendidikan agama Islam dengan pendidikan karakter. Hal ini ditunjukan dengan dasar philofis yang sama yaitu karakter yang terbentuk semuanya bersumber dari nilai-nilai universal termasuk di dalamnya adalah agama Islam. Sehingga pendidikan karakter sesungguhnya merupakan implementasi lain terhadap paradigma pendidikan agama Islam.
F.     Proses Internalisasi Karakter Dalam PAI
1.      Materi PAI
Pada dasarnya materi PAI yang dikembangkan dalam kurikulum sudah bermuatan karakter seperti :
a.       Al-Qur’an, dalam materi ini anak akan lebih menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya.
b.      Aqidah, Dengan aqidah yang benar anak akan semakin dewasa dalam pemikiran ilahiyahnya.
c.       Akhlak, dengan materi ini nilai hubungan baik anak dengan Tuhannya, sesama, diri sendiri dan makhluk lainnya akan tumbuh dan berkembang.
d.      Ibadah, dengan materi ini anak akan senantiasa sadar akan kewajibannya sebagai makhluk yang harus beribadah terhadap Khaliknya, sehingga menjadikan ibadah sebagai kebutuhan dalam hidupnya.
e.       Sejarah, melalui materi ini anak akan lebih meneladani tokoh-tokoh yang berkarakter baik.


2.      Metode Pembelajaran PAI
Materi bermuatan karakter saja tidaklah cukup untuk pembentukan karakter siswa, ketepatan memilih metode juga akan memberikan pengaruh dalam proses pembentukan karakter.
Pada dasarnya semau metode pembelajaran dapat bermuatan karakter ketika adanya keterpaduan dengan materi yang dismpaikan, sehingga kreatifitas dan kecerdasan guru dalam menentukan metode pun sangat dibutuhkan dalam hal ini.
Kita seringkali terikat oleh batasan waktu dan ruang dalam pembentukan karakter siswa, banyak kegiatan-kegiatan tambahan di luar kelas dan di luar jam pelajaran yang dapat membentuk karakter siswa seperti pembiasaan salam, membaca yasin dan asma’ul husna bersama, kantin kejujuran, sholat duha dan dzuhur berjamaah dll yang kesemuanya bernuansa agamis yang sarat denga nilai tentunya.   


DARFAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir., Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam., PT. Remaja Rosdakarya., Bandung, 2001
Ahmad Tafsir,. 2002. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Kemdiknas Balitbang Puskur . 2010, Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa,  Pedoman Sekolah,  Jakarta .
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama . Jakarta
Darajat, Zakiah,. 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta : Bumi Aksara












Tidak ada komentar:

Posting Komentar